BERITA FITK Online– Sebagai MKWU (Mata Kuliah Wajib Umum), Bahasa Indonesia wajib diajarkan di setiap universitas, tak terkecuali di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) di bawah Kemenag. Namun, berbeda dengan jenjang sebelumnya, bahasa Indonesia di lingkungan perguruan tinggi menekankan kemahiran berbahasa terutama penulisan karya ilmiah, seperti skripsi, tesis, disertasi, atau artikel jurnal ilmiah. Melihat pentingnya pembelajaran mata kuliah Bahasa Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengadakan Diskusi Dosen Seri ke-6 yang bertajuk, “Menilik Kembali MKWU Bahasa Indonesia di PTKI”.
Diskusi Dosen 2023 seri ke-6 ini membahas urgensi mata kuliah Bahasa Indonesia di PTKI dari berbagai aspek terutama dalam peningkatan produktivitas penulisan karya ilmiah. Tak hanya itu, diskusi ini membahas problem-problem dan ekspektasi yang muncul dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia di PTKI.
Terkait acara ini, Wakil Dekan Bidang Akademik FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Yanti Herlanti, M.Pd. menyampaikan bahwa tema kali ini menarik karena berkaitan dengan pembelajaran Bahasa Indonesia di PTKI terutama untuk prodi umum. Ia pun mengatakan bahwa MKWU Bahasa Indonesia termasuk dalam kurikulum yang wajib diberikan sebanyak 3 sks.
“Diskusi ini menjadi penting karena kita perlu mengetahui arah pembelajaran Bahasa Indonesia; dan semoga diskusi ini menghasilkan rekomendasi yang bisa diaplikasikan di PTKIN sehingga dapat menyelesaikan problem-problem yang muncul, seperti sebaran mata kuliah yang tidak merata khususnya di FITK.”
Acara berlanjut dengan paparan Dr. Elen Inderasari, S.Pd., M.Pd. Sebagai pembicara kunci, ia mengemukakan pembelajaran MKWU Bahasa Indonesia berdasarkan Dirjen Dikti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 84/E/KTP/2020. Ini menjadi landasan bahasa Indonesia sebagai mata kuliah “plat merah” atau mata kuliah nasional di perguruan tinggi di Indonesia. Tak hanya mengajarkan tata bahasa, dalam pengajaran Bahasa Indonesia dosen pun wajib memasukkan pendidikan karakter dalam rangka meningkatkan cinta tanah air.
Lebih lanjut Elen pun merinci masalah dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di lapangan di antaranya adalah belum banyaknya wadah yang memayungi MKWK Bahasa Indonesia di perguruan tinggi; dosen muda sering mendapat beban SKS lebih banyak pada MKWK Bahasa Indonesia; serta kaprodi jarang melakukan koordinasi dengan dosen terkait kebutuhan SKL prodi. Selain itu, mahasiswa pun sering abai dengan pembelajaran bahasa Indonesia.
Senada dengan pernyataan di atas, Dr. Ahmad Bahtiar, M.Hum. menyatakan bahwa bahasa Indonesia berperan dalam penguat identitas kebangsaan dan nasionalisme. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, Ahmad menyarankan jika mahasiswa diarahkan untuk menghasilkan luaran berupa tulisan yang dipublikasikan disesuaikan dengan keilmuannya. Tak hanya itu, sesama dosen MKWU bisa berkolaborasi menulis artikel ilmiah terkait dengan pembelajaran bahasa Indonesia di kelas.
“Sudah ada beberapa dosen yang menulis di Jurnal Sinta 2, seperti Jurnal Kembara, Jurnal Ranah, dan jurnal terindeks Sinta yang lain, seperti Jurnal Jembatan Merah, Jurnal Kolase dan Jurnal Vokal tentang pembelajaran bahasa Indonesia dikaitkan dengan masa Pandemi Covid, nilai-nilai nasionalisme, dsb. Ini jadi praktik baik yang dilakukan oleh dosen MKWU untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.” Pungkasnya.
Di sisi lain, Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd. sebagai pembahas mengungkapkan bahwa alasan Bahasa Indonesia diajarkan di dari jenjang dasar hingga ke perguruan tinggi adalah ingin memupuk nasionalisme peserta didik melalui kegiatan pembelajaran. Selain itu tujuan diberikan mata kuliah Bahasa Indonesia adalah sebagai sarana pembentukan karakter. Ia pun mengaskan bahwa output yang diharapkan setelah melakukan pembelajaran Bahasa Indonesia adalah mahasiswa yang mampu berbicara atau bertutur kata dengan baik sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia sehingga bisa menempatkan diri dengan siapa mereka berbicara. Selain itu, mahasiswa yang dapat menulis artikel atau dokumen akademik lainnya dengan penggunaan bahasa Indonesia yang baik, logis dan sesuai dengan kaidah.
Diskusi dosen yang berlangsung selama lebih kurang tiga jam ini dimoderatori oleh Dr. Hindun, M.Pd. Tak kurang 76 peserta hadir dalam diskusi ini dari pelbagai daerah di Indonesia, seperti Jakarta, Solo, Malang, Tulung Agung, dan lainnya. Beberapa pertanyaan diskusi dilontarkan dan dijawab dengan tangkas oleh pembicara kunci, narasumber, maupun pembahas. (MH)