Diskusi Dosen Batch-7: Menggali Praktik Moderasi Beragama di Kepulauan Nusantara
BERITA FITK Online- Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kembali menyelenggarakan Diskusi Dosen Batch-7 bertema Praktek Moderasi Beragama di Kepulauan Nusantara. Kegiatan ini berlangsung secara daring melalui Zoom Meeting pada Kamis, 19 Juni 2025, pukul 13.00–15.00 WIB.
Diskusi diikuti oleh dosen Pendidikan Agama Islam (PAI) UIN Jakarta, dosen berbagai universitas, kaprodi PAI se-Indonesia, serta mahasiswa dari dalam dan luar UIN Jakarta. Kegiatan ini bertujuan menggali praktik moderasi beragama di berbagai daerah kepulauan, meningkatkan peran akademisi dalam menyebarkan nilai toleransi, menyediakan ruang dialog, serta mendorong kolaborasi lintas sektor dalam penguatan jejaring moderasi beragama.
Acara dibuka dengan welcoming speech oleh Dr. Ridholloh, M.Pd., Sekretaris Prodi PAI S1 UIN Jakarta. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan bahwa literasi keagamaan yang inklusif merupakan kunci mencegah konflik. “Kita perlu membangun budaya dialog antaragama dan antarbudaya secara lebih aktif, supaya moderasi tidak berhenti pada slogan,” tegasnya. Ia juga menekankan bahwa kolaborasi lintas sektor menjadi langkah strategis dalam menciptakan masyarakat yang lebih harmonis.
Sambutan berikutnya disampaikan Dekan FITK UIN Jakarta, Prof. Dr. Siti Nurul Azkiyah, M.Sc., Ph.D. Beliau mengingatkan bahwa moderasi beragama adalah kebutuhan mendesak di tengah polarisasi sosial yang makin tajam. “Pendidikan tinggi Islam harus menjadi motor penggerak nilai-nilai toleransi dan inklusivitas,” ujarnya. Ia juga menekankan, “Perspektif sempit terhadap agama sering menjadi pemicu konflik. Kita harus terbuka dalam menafsirkan nilai-nilai keagamaan agar lebih sesuai dengan budaya lokal.”
Sebagai keynote speaker, Dr. K.H. TGH. Muhammad Zainul Majdi, M.A. (Tuan Guru Bajang/TGB), Ketua Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar Cabang Indonesia, menyampaikan inspirasi dari prinsip Islam wasathiyah di Al-Azhar Mesir. Menurut TGB, nilai keseimbangan, toleransi, dan keadilan menjadi fondasi kuat pendidikan Al-Azhar. “Kita tidak boleh berhenti pada diskursus. Moderasi itu harus nyata dalam tindakan sehari-hari,” kata TGB. Ia juga mengajak peserta untuk bersama-sama menginternalisasi nilai-nilai wasathiyah dalam semua aspek kehidupan.
Diskusi semakin mendalam dengan pemaparan narasumber pertama, Ahmad Buchori, S.Pd.I., M.Pd., Kaprodi PAI Universitas Yapis Papua. Ia menjelaskan bahwa moderasi bukan sekadar posisi di tengah-tengah, melainkan tindakan aktif menjaga keadilan. “Moderasi beragama adalah keberanian mengambil sikap yang adil dan maslahat bagi semua,” ungkapnya. Ia juga mengingatkan bahwa “Implementasi moderasi harus berdasar pada HAM dan konstitusi, sehingga nilai-nilainya dapat diterima oleh seluruh elemen masyarakat.”
Narasumber kedua, Dr. Syukri, S.Pd.I., M.Pd.I., C.IET., C.MT., C.IEL., C.HL., dari Institut Agama Islam Diniyah Pekanbaru, menekankan pentingnya kontekstualisasi moderasi sesuai realitas lokal. “Kita tidak bisa hanya meniru praktik moderasi di tempat lain tanpa memahami kondisi masyarakat setempat,” jelasnya. Ia juga menambahkan, “Lembaga pendidikan agama harus berperan aktif membangun narasi yang inklusif dan damai, dari tingkat lokal sampai nasional.”
Pada kesempatan yang sama, Dr. Suwendi memberikan penekanan bahwa pluralitas merupakan kekuatan bangsa. “Pluralitas bukan ancaman, tapi sumber kekuatan nasional. Civitas akademika wajib menjadi pelopor semangat moderasi,” ujarnya dalam diskusi. Menurutnya, penguatan moderasi adalah langkah penting untuk menjaga keamanan nasional dan harmoni sosial.
Diskusi yang berlangsung interaktif ini memperlihatkan antusiasme peserta dalam menggali pengalaman moderasi beragama dari berbagai daerah kepulauan Nusantara. Melalui acara ini, seluruh pihak diharapkan dapat memperkuat komitmen bersama membangun ekosistem keberagamaan yang adaptif, inklusif, dan damai.