BERITA FITK Online– Desa Pabuaran kerap dikenal dengan desa kerukunan yang memiliki daerah dengan 6 agama, yaitu Islam, Katolik, Konghucu, Kristen, Hindu (Sikh), dan Buddha. Desa ini sangat menjunjung tinggi toleransinya, maka tak heran lagi Desa Pabuaran ditandai multireligi karena terdapat bangunan tempat ibadah yaitu Masjid, Klenteng, Vihara, Kuil, dan Gereja.
Sejarah Desa Pabuaran dengan disematkan sebagai desa kerukunan ini sebagai contoh untuk desa yang lainnya agar menanamkan toleransi bagi umat beragama. Perbedaan keagamaan di Desa Pabuaran merupakan salah satu kekayaan yang harus dikuatkan antar bangsa sebagai bukti kekuatan bangsa Indonesia.
KKN 100 Sata Shakti UIN Jakarta memiliki salah satu proker utama yang direalisasikan di Desa Pabuaran (14/08/2023). Kegiatan jelajah agama ini, diawali dengan pembukaan, sambutan, penjelasan makna tempat ibadah Konghucu, dan dokumentasi. Kegiatan berlangsung secara tertib dan siswa SMP Dorea turut antusias mendengarkan penjelasan dari salah satu pengurus tempat ibadah Konghucu yang menceritakan sejarah tempat ibadahnya secara rinci.
Bapak Suwarsono, S.Pd., selaku Kepala Sekolah SMP Dorea menyatakan bahwa SMP Dorea tidak fanatik dengan perbedaan agama, bahkan SD-SMP Dorea sendiri pun memiliki siswa dari 6 agama yang akhirnya saling menyatu di lingkungan sekolah.
“Meskipun kami dari SMP yang didominasi agama Kristen, tetapi untuk jelajah agama itu sangat penting dan kami sangat mendukung terselenggaranya kegiatan Jelajah Agama dari mahasiswa KKN UIN Jakarta, karena di sekolah kami sendiri itu memiliki tiga pelajaran penting yaitu PPKN untuk menerapkan makna Bhineka Tunggal Ika, Seni Budaya untuk menanamkan macam kebudayaan yang ada di tiap agama, dan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu dari keenam agama di SMP Dorea.“ Ujarnya
Bapak W.S Hariyanto selaku salah satu pengurus tempat ibadah Khong Hucu di Desa Pabuaran menutup kegiatan jelajah agama ini dengan kalimat yang menyentuh kami semua agar kunjungan jelajah agama ini dapat bernilai baik.
“Perbedaan jangan disalahkan, tetapi perbedaan menjadi sebuah kekuatan antar bangsa. Toleransi saling menghormati dan moderat saling memahami antar segala sisi, sebagaimana semboyan Bhineka Tunggal Ika berbeda-beda tetapi satu jua,” ujarnya. (Oktaviana)