Abdul Mu’ti: Dalam Islam, Semua Manusia Setara di Hadapan Allah
Abdul Mu’ti: Dalam Islam, Semua Manusia Setara di Hadapan Allah

BERITA FITK Online- Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang terbaik (95:4), memberikan kehormatan dan mengutamakan mereka di atas sebagian besar ciptaan-Nya (17:70). Manusia adalah makhluk fisik dan spiritual (32:7-9) yang memiliki setidaknya empat fitrah: fisik (jasmaniah), agama (diniyah), intelektual (aqliah), dan psikologis (insaniah/nufusiyah).

Itulah petikan materi yang disampaikan Kaprodi S3 PAI FITK UIN Jakarta, Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed., saat menjadi salah satu pembicara di International Symposium on Upholding Human Dignity for Peaceful Coexistence yang diselenggarakan oleh Institut Kefahaman Islam Malaysia (IKIM) di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 5-6 Juli 2023.

Menurut Profesor yang murah senyum itu, fitrah manusia tersebut sejalan dengan penciptaan dan posisi manusia. “Allah menurunkan syariah untuk melindungi dan menyelamatkan kehidupan manusia (hifd al-nas), agama (hifd al-din), pikiran (hifd al-aql), kemakmuran (hifd al-mal), dan generasi (hifd al-nasl). Islam adalah agama kehidupan dan perdamaian. Dalam Islam, membunuh satu manusia sama dengan membunuh semua manusia, sedangkan menyelamatkan seorang manusia sama dengan menyelamatkan semua manusia,” jelas Bapak yang menyelesaikan pendidikan S2 di Universitas Flinders, Australia Selatan pada tahun 1996 itu.

Ia juga menyampaikan bahwa Islam melarang segala jenis pembunuhan, penghancuran alam, penculikan, aborsi, perbudakan, bunuh diri, dan segala perbuatan berbahaya lainnya yang mengancam keberlanjutan alam dan kehidupan.

Dalam Islam tambahnya, semua manusia setara di hadapan Allah. Tidak ada supremasi rasial, seksual, fisik, atau material. Keunggulan manusia tergantung pada kualitas perbuatan baik mereka (taqwa). Menghormati orang lain adalah salah satu ajaran mulia dalam Islam. Islam melarang rasisme, diskriminasi, kekerasan, kolonialisme, dan segala jenis perbuatan yang tidak menguntungkan.

Dalam simpulannya, Bapak kelahiran Kudus, Jawa Tengah itu menyebutkan perdamaian mungkin tercapai jika ada jaminan akan martabat manusia. Hal ini menurutnya memerlukan situasi, kebijakan, dan budaya yang kondusif bagi kehidupan, keberlanjutan, keamanan, kemakmuran, kebebasan, dan identitas manusia.

“Perdamaian juga mungkin terjadi dalam lingkungan yang aman dan bersih yang bebas dari polusi dan kerusakan alam. Dalam konteks ini, Islam melarang manusia untuk melakukan korupsi (fasad) di bumi yang diciptakan oleh Allah sebagai planet yang aman,” pungkasnya. (MusAm)