ADA APA DENGAN WAKTU?
ADA APA DENGAN WAKTU?

“Barangkali karena tanah air memang bukan cuma sepotong geografi dan selintas sejarah; barangkali karena tanah air adalah juga sebuah panggilan, sebuah ide yang tiap kali berseru, suatu potensi yang minta diaktualisasikan, impian yang minta dijelmakan dari waktu ke waktu” (Goenawan Mohamad)

“Waktu adalah sesuatu yang paling berharga untuk dimiliki sekaligus sesuatu yang paling mudah untuk disia-saikan. Orang yang menyia-nyiakan waktunya, sama artinya ia telah menyia-nyiakan hidupnya. Dan jika hidupnya telah tersia-siakan maka tak ada arti apapun bagi hidupnya di dunia ini” (Syekh Yahya bin Hubairah)

”Membuang-buang waktu itu lebih buruk daripada kematian, karena kematian hanya memisahkanmu dari kehidupan dunia, sementara membuang-buang waktu memisahkanmu dari Allah” (Ibnu Qayyim).

”Jangan kau habiskan hembusan-hembusan nafasmu bukan dalam ketaatan kepada Allah Taala. Jangan kau lihat kecilnya hembusan-hembusan itu, tapi lihatlah besarnya amal yang bisa dilakukan di dalamnya, dan besarnya pahala amalan itu. Nafasmu adalah butiran-butiran mutiara. Pernahkah kau melihat orang membuang butiran mutiara di tempat sampah?” (Ibnu Atha’illah As-Sakandari)

Yudi Latif mengulas suatu buku berjudul "The Time Paradox: The New Psychology of Time That Will Change your Life", karya Philip Zimbardo dan John Boyd (2023) dan berkesimpulan bahwa perilaku dan eksistensi hidup kita (manusia) bisa diubah oleh perspektif tentang waktu.

The Time Paradox , buku karya  Philip Zimbardo & John Boyd ini menggambarkan adanya paradoks waktu yang menegaskan bahwa paradoks waktu itu bukanlah paradoks tunggal melainkan serangkaian paradoks yang membentuk hidup, kehidupan dan takdir manusia. Beberapa paradoks antara lain sebagai berikut :

Paradoks 1 terkait waktu yang menjadi salah satu faktor yang memberikan pengaruh paling kuat pada pikiran, perasaan, dan tindakan manusia, namun manusia biasanya sama sekali tidak menyadari pengaruh waktu dalam hidup dan kehidupannya.

Paradoks 2 terkait dengan setiap sikap tertentu terhadap waktu—atau perspektif waktu—yang dikaitkan dengan banyak manfaat, namun kelebihan masing-masing dikaitkan juga dengan biaya yang lebih besar.

Paradoks 3 terkait dengan sikap individu atau komunitas terhadap waktu dilalui, dihadapi dan dipelajari melalui berbagai cara dan pengalaman pribadi, dan atau secara kolektif sikap terhadap waktu itu akan mempengaruhi takdir kegagalan, stagnasi, keberhasilan, kemajuan atau kemunduran perjalanan kolektif manusia dalam satu entitas yang dinamakan bangsa atau dalam struktur organisasi yang bernama negara.

Waktu menunjukkan adanya paradoks bila tidak disikapi dengan bijak dan digunakan secara positif. Yudi Latif dalam tulisannya di EduLatif (17 Juni 2023) menegaskan tiga periode waktu yang setiap periode waktu tersebut membawa implikasi dan konsekwensinya.

Mereka yang berorientasi ke masa lalu menyadari akar kesejarahan dan sumber kehidupannya. Namun, bisa bermasalah bila tertawan di masa lalu yang merintangi adaptasi; apalagi bila masa lalu dilihat semata sebagai sumber kepedihan. Hulu kepedihan tak dapat mengalirkan kegembiraan di hari ini dan tak menjanjikan harapan di masa depan. Hidup dijalani dengan putus asa yang membenci kehidupan. Bisa berujung bunuh orang dan bunuh diri. Banyak orang jadi teroris karena tak bisa berdamai dengan masa lalunya.

Mereka yang berorientasi ke masa depan memiliki impian dan visi jangka panjang serta gigih bekerja keras demi mengejar mimpi dan meraih kesuksesan. Namun, bila berlebihan berpotensi kurang terlibat dalam urusan bersama yang mendesak, kurang perhatian pada masalah sekitar serta dinamika gairah kehidupan sehari-hari. Hidup dijalani dengan kering keriangan-pergaulan dan kehampaan makna hidup.

Mereka yang berorientasi ke masa kini bisa hidup mengalir dan menikmati setiap momen tanpa dihantui bayangan masa lalu dan kecemasan akan masa datang. Namun, bila berlebihan bisa melupan pelajaran sejarah dan tak memiliki perencanaan serta daya antisipatif untuk menghadapi masa depan.

Al-Qur’an dalam Surat al-Ashr telah mengingatkan manusia akan pentingnya waktu untuk digunakan dengan berbagai kativitas yang memberikan manfaat bagi diri sendiri dan untuk publik. Syeikh Muhammad Mutawalli al-Sya’rawi salah seorang ulama tafsir memaknai kata al-‘Aṣr secara luas bukan saja bermakna sebagai sebuah ibadah yang dikhususkan pada suatu waktu yaitu setelah zhuhur dan sebelum maghrib, bukan hanya waktu tertentu antara zhuhur dan maghrib, akan tetapi memaknainya sebagai suatu waktu yang meliputi siang dan malam secara menyeluruh dalam rangkaian ibadah dan muamalah.

Selanjutnya al-Sya’rawi memaknai kata al-‘Aṣr yang bermakna waktu siang dan malam yang meliputi bilangan minggu, dan bilangan bulan yang di dalamnya memiliki karakter tersendiri, seperti masa kebodohan, masa kedatangan (kejayaan) Islam, masa Bani Umayyah, masa Bani Abbasiyah, dan masa kemajuan yang membentuk zaman modern. Lebih lanjut ditegaskan bahwa kata al-‘Aṣr maknanya sebagai waktu ibadah dan waktu yang memiliki karakter tersendiri seperti siang dan malam, atau waktu yang memiliki karakter khusus, seperti karakter dalam berpolitik, atau kemajuan, atau teknologi. (masa kejayaan Islam, masa jahiliyah, dan sebagainya.

Penegasan berikutnya al-Sya’rawi berpandangan bahwa Allah SWT., bersumpah dengan waktu yang menggunakan kata al-‘Aṣr karena waktu asar datang menjelang di akhir waktu siang yang di dalamnya manusia sibuk dengan pekerjaanya, dan kadang-kadang manusia lalai pada waktu tersebut. Waktu Asar adalah waktu dimana manusia menuai hasil dari pekerjaannya, apakah waktu itu digunakan pada sesuatu yang bermanfaat ataukah waktu itu digunakan pada kebaikan ataukah hanya membuang-buang waktu saja?

Allah bersumpah dengan menggunakan siang dan malam karena pada waktu siang adalah waktu manusia melaksanakan aktifitas, kemudian pada akhir waktu tersebut adalah waktu dimana manusia menuai hasil dari pekerjaannya yang telah ia lewati. Allah Swt bersumpah dengan menggunakan zaman yang didalamnya mengandung karakter tersendiri karena setiap waktu ada permulaanya dan ada akhirnya, seperti halnya peradaban telah didirikan, begitu pula dengan umatnya ataupun pemerintahannya telah mengalami kemajuan yang pada waktunya semua itu akan ada akhirnya.

Quraish Shihab, menegaskan bahwa pada surah al-‘Aṣr ini Allah bersumpah demi waktu dengan menggunakan kata ‘aṣr. Hal itu sebagai suatu ungkapan untuk menyatakan bahwa demi waktu (masa) dimana manusia mencapai hasil setelah ia memeras tenaganya. Namun, sesungguhnya ia merugi apapun hasil yang dicapainya itu, kecuali jika ia beriman dan beramal shaleh. Kerugian tersebut mungkin tidak akan dirasakan pada waktu dini, tetapi pasti akan disadarinya pada waktu ‘asr kehidupannya menjelang matahari hayatnya terbenam. Itulah rahasia mengapa Allah memilih kata ‘aṣr untuk menunjukkan kepada waktu secara umum

Untuk itu dalam memasuki kehidupan yang sarat dengan perubahan yang disruptif, fenomenal dan cepat serta terbuka akibat kemajuan teknologi digital yang terus berkembang pesat seperti hadirnya teknologi artificial intellegence dengan ragam wujudnya meniscayakan pelunya mendayagunakan waktu dengan optimal dan kerja-kerja dengan capaian maksimal yang dalam istilah Yudi Latif diperlukan Perspektif Waktu melalui PERSPEKTIF KESEIMBANGAN. Kita harus bisa memulihkan masa lalu (reclaim yesterday), menikmati hari ini (enjoy today), dan menguasai masa depan (master tomorrow).

Membangun keseimbangan tiga periode waktu yaitu masa lalu, masa kini dan masa depan dengan mengambil sisi manfaat dari ketiga periode waktu tersebut akan senantiasa memberikan energi positif dalam perjalanan hidup dan kehidupan manusia untuk mencapai bahagia (well being).

Oleh Abdul Rozak, Dosen PIPS FITK UIN Jakarta, Pemerhati Pendidikan