Chatbot: antara Inovasi dan Tantangan di Dunia Akademik
BERITA FITK Online- Di penghujung tahun 2022, dunia tercengang dengan kehadiran salah satu chatbot berbasis AI (artificial intelligence/kecerdasan buatan), ChatGPT yang tak hanya mampu memberikan jawaban singkat sebagaimana chatbot pada umumnya. Chatbot jenis ini mampu memproduksi berbagai teks dengan tata bahasa yang nyaris sempurna. Tak hanya, itu Google sebagai perusahaan teknologi juga merilis Bard, chatbot berbasis AI yang memiliki fungsi yang kurang lebih sama.
Di satu pihak, kehadiran chatbot berbasis AI menjadi penanda kemajuan teknologi NLP (Natural Language Process) atau pemrosesan bahasa alamiah. Namun, di pihak lain, pemanfaatkan chatbot meninggalkan sekelumit persoalan terutama disrupsi di dunia akademik. Ini ditengarai dengan maraknya penggunaan ChatGPT oleh civitas academica dalam menyusun makalah, artikel jurnal ilmiah, penerjemahan artikel ilmiah, dan lain-lain. Tentu penggunaan semacam ini berpotensi melunturkan integritas akademik dan meruntuhkan nalar kritis. Untuk itu, program studi PBSI FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengadakan Webinar Nasional secara daring yang mengusung tema Chatbot: antara Inovasi dan Tantangan di Dunia Akademik.
Kegiatan ini dihelat pada Rabu, 21 Juni 2023 pukul 13.00 s.d. 16.30 WIB dengan menghadirkan, Pembicara Kunci Amalia Zahra, S.Kom., Ph. D. (dosen ilmu komputer di BINUS University); Jamal D. Rahman, M.Hum., (sastrawan dan dosen sastra di Prodi PBSI FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta); dan Dr. Idris Thaha, M.Si., (Dosen ilmu politik FISIP UIN Syarif Hidyatullah Jakarta). Acara ini dipandu oleh Dr. Hindun, M.Pd., dosen PBSI FITK UIN syarif Hidayatullah Jakarta.
Dekan FITK, Siti Nurul Azkiyah, M.Sc., Ph.D. menyambut baik terselenggaranya kegiatan ini. Berdasarkan amatannya, Nurul melihat bahwa kini civitas academica mulai menggunakan Chatbot berbasis AI, seperti ChatGPT untuk kepentingan penulisan akademik. Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam dunia akademik karena terkait dengan kode etik penulisan akademik.
Hal serupa disampaikan Warek Bidang Akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Ahmad Tholabi, M.H., M.A. Dalam sambutannya, Ahmad Tholabi menuturkan bahwa kehadiran chatbot berbasis AI seperti pisau bermata dua, membawa maslahat sekaligus mudharat. Di satu sisi memudahkan kehidupan, namun di sisi lain menjadi tantangan dalam dunia akademik. Untuk itu, negara perlu membuat regulasi terkait dengan penggunaan chatbot berbasis AI. Selain itu, terkait dengan hak cipta, negara juga perlu menyiapkan aturan hukum yang memproteksi publik.
Begitu besarnya pengaruh chatbot berbasis AI disampaikan juga oleh pembicara kunci, Amalia Zahra, Ph.D. Salah satu chatbot berbasis AI yang viral di ujung tahun 2022, ChatGPT, membuat lompatan yang sangat signifikan. Hanya dalam 5 hari, ChatGPT ini mampu meraih 1 juta pengguna. Hal ini melampaui Netflix yang membutuhkan waktu 3,5 tahun untuk meraih 1 juta pengguna. Pun Instagram yang membutuhkan 2,5 bulan untuk mendapatkan 1 juta pengguna.
Menariknya, menurut dosen Ilmu komputer Binus University itu, sebagai produk dari pemrosesan bahasa alamiah, ChatGPT dapat menghasilkan bentuk komunikasi yang luwes dan meninggalkan kesan robotik. Di samping itu, kehadiran ChatGPT pun menjadi salah satu tantangan di prodi ilmu komputer, pasalnya dengan sangat mudah ChatGPT menyusun bahasa pemrograman dengan modul Phyton.
Di sisi lain, Amalia menuturkan, “Banyak hal positif yang bisa dimanfaatkan dari ChatGPT. Salah satunya meringkas waktu dalam melakukan kajian pustaka. Meskipun memang, hasil ChatGPT tidak bisa dirujuk karena teks yang dihasilkan adalah hasil pemrosesan dari berbagai data.”
Sudut pandang berbeda disampaikan Jamal D. Rahman, M.Hum. Sastrawan dan dosen Prodi PBSI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini melihat bahwa chatbot berbasis AI ini mesti diperlakukan sebagai asisten yang membantu pekerjaan manusia. Manusia pun perlu menempatkan diri sebagai tuan. Dengan demikian relasi antara manusia dan kecerdasan buatan ini bersifat tegas. Dalam beberapa eksperimen percakapan dengan ChatGPT, Jamal melihat bahwa kecerdasan buatan ini sudah dilengkapi dengan fitur jawaban berdasarkan kepada nilai etika.
“Jika kita bertanya mengenai cara berbohong. ChatGPT menjawab bahwa tindakan berbohong merupakan tindakan yang melanggar nilai etika,” tutur Jamal dalam webinar nasional tersebut.
Dalam penulisan sastra, Jamal melihat bahwa Chat GPT belum bisa menyaingi nilai rasa dan estetika manusia dalam menulis karya sastra. Oleh karenanya, Jamal merasa optimis dengan kehadiran ChatGPT membawa kebaikan selama diposisikan sebagai asisten manusia.
Di sisi akademik, Dr. Idris Thaha, M.Si., dosen ilmu politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menilai bahwa kehadiran chatbot berbasis AI, seperti ChatGPT perlu diantisipasi dengan bijak. Boleh jadi kehadiran ChatGPT akan menjadi tantangan atas keberlangsungan program studi tertentu, seperti program studi terjemah, atau bahkan program studi bahasa dan sastra. Pasalnya, di bidang radiologi, ChatGPT mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan sulit tentang radiologi dan memberikan ulasan dengan rinci. Pun di bidang penerjemahan ChatGPT mampu melakukan penerjemahan teks waktu yang relatif singkat. Di bidang bahasa, ChatGPT bahkan mampu menyusun teks dengan penggunaan bahasa yang baik.
Dalam paparannya, Idris menegaskan, “Perlu pedoman yang jelas dan tegas dalam penggunaan ChatGPT atau chatbot berbasis AI. Serta peran komisi etika penelitian di dunia akademik perlu dimaksimalkan”.
Acara yang terselenggara secara daring ini diikuti oleh hampir 100 peserta dari pelbagai daerah dan disiarkan melalui kanal Youtube UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. (Neneng Nurjanah)