CIRI ORANG SYUKUR DAN SABAR
CIRI ORANG SYUKUR DAN SABAR

Ahmad Thib Raya | Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta |

Syukur dan sabar menjadi sikap yang sangat penting di dalam kehidupan kita. Dalam pengertian yang umum, syukur diartikan sebagai sikap positif yang muncul di dalam hati karena suatu nikmat atau sesuatu yang menyenangkan hati. Sedangkan sabar adalah suatu sikap posisip yang muncul pada saat menerima sesuatu yang tidak menyenangkan.

Ternyata, pengertian di atas tidak cukup untuk mencakup makna syukur dan sabar yang sebenarnya. Ada pengertian syukur dan sabar yang lain yang disampaikan oleh Rasulullah saw, dalam sebuah sabdanya yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzi dari Abdullah bin Amar, sebagai berikut:

عن عبد الله بن عمرو، قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: «(خصلتان من كانتا فيه كتبه الله شاكرا صابرا، ومن لم تكونا فيه لم يكتبه الله شاكرا ولا صابرا، من نظر في دينه إلى من هو فوقه فاقتدى به، ونظر في دنياه إلى من هو دونه فحمد الله على ما فضله به عليه كتبه الله شاكرا وصابرا، ومن نظر في دينه إلى من هو دونه، ونظر في دنياه إلى من هو فوقه فأسف على ما فاته منه لم يكتبه الله شاكرا ولا صابرا».

Dari Abdullah ibn Amar, dia berkata: Aku telah mendengar Rasulullah saw bersabda: "Ada dua sifat, yang apabila seseorang berada di dalam keduanya, maka Allah menetapkannya sebagai orang yang bersyukur sekaligus sabar. Barangsiapa yang tidak berada di dalam dua sifat itu, maka dia tidak ditetapkan oleh Allah sebagai orang yang syukur dan sabar. Dua sifat itu adalah sebagai berikut.

(1) Seseorang yang memandang kepada seseorang yang lebih tinggi dalam hal agamanya, daripada dirinya, lalu dia mengikuti kelebihannya orang itu, dan memandang kepada orang yang lebih rendah daripadanya dalam hal dunianya, lalau dia memuji kepada atas kelebiahan dirinya dan kekurangan orang lainnya, maka Allah menetapkannya sebagai orang yang syukur dan shabar.

(2) Seseorang yang memandang kepada orang lain yang lebih rendah daripadanya dalam hal agamanya, dan memandang kepada orang lain yang lebih tinggi daripadanya dalam hal dunianya, lalu dia merasa menyesal atau kesal atas apa yang telah luput darinya itu, maka Allah tidak menetapkannya sebagai orang yang syukur dan sabar. HR. Al-Tirmidzi.

Pernyataan Rasulullah di dalam hadis ini menunjukkan bahwa orang yang syukur dan sabar itu adalah orang apabila memandang kepada orang yang lebih taat dalam agamanya, lebih banyak amal shalehnya, atau lebih tinggi ketakwaannya, maka dia orang yang syukur dan sabar. Kalau ada orang yang memandang kepada orang lebih banyak hartanya, kebih tinggi jabatannya, atau lebih baik kehiduoan ekonominya daripadanya, lalu mengucapkan alhamdulillah atas keadaannya itu, maka dia dipandang sebagai orang yang syukur dan sabar.

Akan tetapi, apabila ada orang yang memandang kepada orang lain yang lebih rendah dalam hal agamanya, kurang amalannya, kurang imannya, kurang islamnya, atau kurang takwanya, lalu dia mengikuti kekurangan orang itu, maka dia tidak dipandang sebagai orang yang syukur dan sabar. Jika dia memandang kepada orang yang lebih tinggi materinya, kekayaannya, jabatannya, ekonominya, atau hartanya, lalu keadaannya diri lebih rendah daripada itu, dan dia kesal atas apa yang terjadi pada dirinya, maka dia bukanlah orang syukur dan sabar.

Dengan demikian, dengan mengikuti orang yang lebih tinggi tinggi takwanya dia syukur dan sabar, dia memuji Allah atas kekurangannya dalam hal dunianya dia termasuk syukur dan sabar. Kalau ikut orang kurang amalnya sehingga amalnya dia pun kurang, dan dia kesal karena kekuarangan materinya, maka dia bukan orang yang syukur dan sabar.

Jadilah orang yang syukur dan sabar, dengan mengikuti kelebihan orang lain dalam hal ibadahnya, dan pujilah Allah dengan kekurangan yang kamu miliki dalam hal duniamu. Jangan pernah engkau menjadi orang tidak syukur dan tidak sabar karena kamu mengikuti orang yang kurang amalnya dan kesal dan kecewa atas kekurangan materimu.

Semoga bermanfaat. Aamiin. Wallaahu a'lam bi al-shawaab. Hotel Je Meridien, Kota Sorong, Papua, Rabu pagi, tanggal 8 Maret 2017.