CONTOH ISTERI YANG MENJADI MUSUH DALAM RUMAH TANGGA
CONTOH ISTERI YANG MENJADI MUSUH DALAM RUMAH TANGGA

Ahmad Thib Raya | Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta |

Boleh jadi, isteri menjadi musuh dalam rumah tangga kita, seperti yang disebutkan di dalam Al-Qur'an yang sudah dikemukakan dalam uraian kemarin. Karena itu, Allah memperingatkan orang-orang yang beriman tentang musuh dalam rumah tangga itu.

Allah swt telah memberikan contoh isteri yang menjadi musuh dalam rumah tangga, seperti yang disebutkan oleh Allah di dalam S. Al-Tahrim [66]: 10:

ضَرَبَ اللَّـهُ مَثَلًا لِّلَّذِينَ كَفَرُوا۟ امْرَأَتَ نُوحٍ وَامْرَأَتَ لُوطٍ ۖ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صٰلِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّـهِ شَيْـًٔا وَقِيلَ ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِينَ ﴿التحريم:١۰

‎‎10. Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): "Masuklah ke dalam jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam)".‎

Ada beberapa catatan yang dapat diambil dari isi ayat di atas: 1. Ada dua isteri yang disebutkan di dalam ayat di atas, yaitu isteri Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s. Keduanya telah digambarkan sebagai isteri yang menjadi musuh bagi suami mereka.

2. Keduanya bukanlah isteri dari sembarang orang. Keduanya adalah isteri dari dua orang dari hamba Allah yang saleh, yaitu Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s. Bisakah Anda bayangkan, isteri dari orang Nabi bisa menjadi musuh dari keduanya?

3. Keduanya berkhianat kepada suami mereka masing-masing. Pengkhianatan mereka adalah kafir terhadap apa yang disampaikan oleh keduanya, dan tidak mau mengikut ajakan keduanya untuk bersamanya. Kedua Nabi Allah itu tidak dapat menyelamatkan isteri mereka dari siksaan api neraka.

Yang perlu dicatat dari ayat di atas adalah penggunaan imra'ah (امرات) di dalam ayat di atas. Kata imra'ah di dalam bahasa Arab diartikan dengan "perempuan, wanita" sebagai sebutan umum bagi semua perempuan. " Kalau perempuan yang sudah bersuami disebut dengan "jauz" (زوج). Demikian pula laki-laki yang sudah beristeri disebut "jauz" (زوج). Kata imra'ah di dalam ayat itu sepantasnya diartikan dengan "perempuan Nuh" dan "perempuan Luth," tidakndapat diartikan dengan "isteri Nuh" dan "isteri Luth.

Pertanyaannya adalah "Mengapa Allah menggunakan kata "imra'atu" di dalam ayat di atas, padahal kedua perempuan itu sudah menjadi isteri dari kedua nabi itu dan seharusnya keduanya disebut "jauz"?" Ulama memahami penggunaan kata "imraatu" di dalam ayat itu disebabkan karena karena keduanya bukanlah isteri atau pasangan yang sesungguhnya dari kedua nabi itu. Mereka sekedar dipandang sebagai perempuan yang hidup bersama dengan kedua nabi itu.

Keduanya menjadi musuh bagi kedua nabi itu karena kafir terhadap apa yang disampaikan Nuh dan Luth, dan ingkar serta tidak mengikuti ajakan keduanya. Isteri Nabi Nuh enggan ikut Nabi Nuh ketika diajak untuk naik ke perahu yang telah dibuat Nuh untuk menyelamatkan diri dari banjir bandang yang terjadi pada masanya itu. Ketika diajak Nuh, isterinya itu enggan mengikuti Nuh. Dia tenggelam bersama anaknya dan kaum Nabi Nuh yang kafir.

Allah tidak mau menyebut keduanya sebagai isteri Nabi Nuh .a.s. dan Nabi Luth a.s. karena dipandang bukan pasangan yang sebenarnya atau bukan pasangan yang sejatinya. Perumpamaan Allah di dalam ayat di atas perlu menjadi contoh bagi siapa saja yang sudah memiliki pasangan hidup dalam rumah tangga. Seorang suami boleh jadi memiliki isteri yang bukan dipandang sebagai pasangan yang serasi, tetapi menjadi musuh bagi suaminya.

Nabi saja bisa memiliki isteri yang menjadi mushy baginya, appalti kita yang bukankah Nabi. Dari sinilah saya Kira Rasulullah memerintahkan untuk memilih pasangan itu, bukan saja karena kecantikan atau kegagahannya, bukan saja karena kekayaan dan kemampuan ekonominya, dan bukan saja karena keturunannya yang baik, tetapi juga harus dipilih yang bagus agamanya, yang beriman, yang berislam, dan berakhlak mulia.

Semoga pasangan kita adalah pasangan yang serasi, pasangan sejati, tidak ada yang menjadi musuh. Isteri menjadi pasangan setia bagi suaminya dalam hal agamanya, dan suami menjadi pasangan yang setia bagi isterinya dalam hal agamanya. Semoga kita menjadi pasangan yang baik dan serasi di dunia dan akhirat. Aamiin. Wallaahu a"lam bi al-shawaab. Taushiyah ditulis dalam pesawat Garuda menuju Bandara Sepinggan di Balipapan, Ahad pagi, tangga 26 Maret 2017.