Diskusi Dosen Seri 3 : Merancang Ulang Pendidikan Guru Indonesia untuk Generasi Emas
Diskusi Dosen Seri 3 : Merancang Ulang Pendidikan Guru Indonesia untuk Generasi Emas

Gedung FITK, BERITA FITK Online - Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kembali menggelar acara Diskusi Dosen 2022 secara virtual, Senin (14/03). Diskusi Dosen berlangsung semakin hangat dengan mengangkat topik “Merancang Ulang Pendidikan Guru Indonesia untuk Generasi Emas” Tinjauan Kritis terhadap Revisi UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Ketua Tim Disdos FITK Dr. Khalilah, M.Pd dalam laporannya menyampaikan informasi bahwa Revisi RUU Sisdiknas tidak masuk dalam Prolegnas DPR RI tahun 2022 sehingga sangat kecil kemungkinan akan dibahas di tahun ini apalagi tahun 2023 sudah masuk tahapan pemilu dan RUU Sisdiknas termasuk RUU yang berat untuk dibahas, namun demikian para akademisi perlu untuk mengkaji dan memberikan masukan strategis untuk Revisi RUU Sisdiknas mengingat akan ada banyak regulasi yang akan berubah karena harus menyesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan masa depan yang begitu kompleks. Untuk itu dalam seri 3 ini menghadirkan pembicara kunci, Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., narasumber Dr. Abdul Rozak M.Si. dan pembahas Prof. Dr. Armai Arief, M.Ag. Kegiatan yang dihadiri 80an peserta dari lingkungan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan institusi lain, seperti IAIN Pontianak, Kalbar dan dihadiri Dekan FITK, Dr. Sururin, M.Ag. dan jajaran dekanat.|

Dalam sambutannya, Dr. Sururin, M, Ag. menyampaikan bahwa esensi dari undang-undang pendidikan guru di Indonesia untuk kemajuan bangsa. Sebagai lembaga pendidikan yang diamanahi untuk menghasilkan guru dan dosen, perlu adanya pembahasan serius mengenai sistem pendidikan sehingga mampu meningkatkan mutu dan lulusannya sehingga menghasilkan generasi emas.

Acara berlanjut dengan pemaparan, Prof. Dr. Abuddin Nata, M.A. sebagai pembicara kunci ia menyampaikan bahwa peran guru sangat besar dalam dunia pendididkan. Seorang guru yang berhasil adalah guru yang bisa menumbuhkan jiwa pembelajar pada peserta didiknya. Oleh karena itu, peran guru sangat penting dan dibandingkan kurikulum, ruang belajar, media ataupun metode. Pendidikan akan tetap berjalan asal ada guru.

Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, tantangaan dunia kerja, profesionalisme, dan lain sebagainya membuat tantangan yang dihadapi guru semakin meningkat. Guru harus mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional secara efektif dan efisien dalam suasana belajar yang menyenangkan (joyful learning), menumbuhkan pemikiran kreatif dan kritis (mindful learning), dan memberi makna terhadap apa yang dipelajari (meaningful learning). Guru harus mampu memanfaatkan berbagai teori modern tentang pembelajaran dengan berbagai perspektifnya. Guru pun harus mewariskan sifat-sifat Tuhan dan Nabi Muhammad SAW serta menyandang gelar ulama, al-Muaddib, al-Rasikhuna fi al ilmi, ahli al-dzikr.

Dr. Abdul Rozak M.Si, sebagai narasumber dalam diskusi dosen seri 3 mengurai problematika dunia Pendidikan. Setidaknya ada 8 catatan problematika Pendidikan, yakni filosofi Pendidikan yang belum membumi; belum adanya roadmap atau blue print pendidikan Indonesia; inkonsistensi implementasi kebijakan pendidikan; anggaran pendidikan yang belum proporsional dan efisien; masih banyaknya kesenjangan dunia Pendidikan dengan dunia kerja; masih adanya angka putus sekolah dan tidak tamat pendidikan; rata-rata tamat Pendidikan secara nasional di Indonesia masih di tingkat SD/MI; APK dan APM dari SMA/SMK/MA/MAK ke perguruan tinggi, dan belum tuntasnya wajib belajar 9 tahun untuk semua warga negara Indonesia.

Problematika dunia pendidikan memerlukan sebuah regulasi dan sistem untuk bisa menyelesaikannya serta menjawab tantangan dunia saat ini. Ironisnya dengan adanya rancangan perubahan UU Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 masih menyisakan banyak pertanyaan, seperti hilangnya frasa ke-LPTK-an dan kewarganegaraan. Selain itu, profesi guru yang bersifat terbuka yang memungkinkan seorang guru bisa berasal berbagai latar belakang profesi. Sementara itu, tidak semua orang memiliki jiwa seorang guru (ruh al-mudarris).

Sementara itu, Prof. Armai Arief melihat bahwa pendidikan guru Indonesia mesti dibenahi agar bisa sejalan dengan kemajuan zaman. Oleh karena itu pendidikan seyogianya mengarahkan pembelajaran dengan mengendepankan pola berpikir kritis, kreatif dan inovatif, terampil berkomunikasi, kolaboratif, karakter, berorientasi pada masa depan, dan literasi teknologgi. Ketujuh aspek ini memungkinkan pendidikan terhadap guru Indonesia menjadi terbuka pada kemajuan teknologi.

Setelah pemaparan dari pembahas, acara dilanjukan dengan sesi tanya jawab. Para peserta yang hadir terlihat antusias dengan mengemukakan pertanyaan, tanggapan, dan klarifikasi. Acara ini pun diakhiri dengan harapan dapat memberikan masukan sebagai bahan pertimbangan kepada para pemangku kebijakan agar pendidikan guru di Indonesia menjadi lebih baik dengan landasan ketentuan peraturan perundang-undangan yang adil dan tepat. (Khalilah)