Membincang Kiprah Perempuan di Bidang Pendidikan
Memperingati Hari Kartini (21/4/2025), FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menggelar Diskusi Dosen Perdana tahun 2025 yang bertajuk “Kiprah Perempuan di Sektor Pendidikan”. Kegiatan ini menghadirkan empat narasumber, yaitu Prof. Dr. Nyanyu Khodijah, S.Ag., M.Si., Prof. Dr. Hj. Evi Muafiah, M.Ag., Prof. Dr. Sururin, M.Ag, dan Dr. Iin Kendedes, M.A. Dalam kegiatan ini, hadir pula Dekan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Siti Nurul Azkiyah M.Sc., Ph.D.
Dalam sambutannya, Guru Besar ilmu pendidikan bahasa Inggris yang akrab disapa Nurul itu menyampaikan bahwa kini capaian akademik kaum perempuan yang sangat baik terutama di bidang bahasa.“Kemampuan berbahasa perempuan jauh lebih baik. Perempuan punya academic achievement yang jauh lebih bagus terutama di bidang bahasa. Namun, di bidang sains, kiprah perempuan perlu ditingkatkan,” ungkapnya.
Senada dengan pernyataan di atas, Prof. Dr. Nyanyu Khodijah, S.Ag., M.Si., Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kemenag RI, menuturkan bahwa pencapain perempuan diraih tak lain karena akses terhadap pendidikan sudah semakin baik.
Nyanyu pun merinci data bahwa dari total siswa di madrasah (10,5 juta) tercatat siswa perempuan di madrasah sebesar 49,51 persen. Di sisi lain, dari total guru madrasah (900 ribu), tercatat 64,49% adalah guru perempuan. Bahkan di raudhatul athfal, jumlah guru perempuan sangat mendominasi, yaitu 93,10%. Data statistik ini menunjukkan bahwa akses pendidikan untuk perempuan sudah terbuka.
“Oleh karena itu, perempuan harus percaya diri, mengembangkan potensi secara terus menerus, serta unjuk prestasi,” imbuhnya.
Penguatan wawasan gender di dunia akademik
Meskipun akses pendidikan sudah terbuka, bukan berarti perempuan tidak menghadapi tantangan. Prof. Evi Muafiah, M.Ag., Rektor IAIN Ponorogo, menjelaskan bahwa salah satu tantangan yang dihadapi dalam dunia akademik adalah budaya patriarkal dalam manajemen kampus. Selain itu, kepemimpinan perempuan di sektor akademik masih belum proporsional sehingga perlu ada affirmative action yang bertujuan untuk menjaring perempuan agar menduduki jabatan strategis.
Tak hanya di bidang akademik, peranan perempuan di bidang politik juga tidak proporsional. Dr. Iin Kendedes, M.A., Dosen PAI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, juga merinci data BPS yang menunjukkan bahwa perempuan yang terlibat di badan legislatif baru mencapai 22,14 % sementara laki-laki 77,86%. Iin pun menambahkan bahwa meskipun belum proporsional, kita patut bersyukur bahwa indeks kesetaraan gender menurut BPS sudah menunjukkan perbaikan.
Untuk menyokong hal tersebut, perlu digalakan pendidikan responsif gender, yaitu pendidikan yang mengintegrasikan kurikulum, mata kuliah, bahan ajar dengan wawasan gender sehingga mahasiswa lebih memahami isu kesetaraan gender.
Penguatan wawasan gender perlu dilakukan karena dalam sejarah pendidikan Islam, tokoh-tokoh perempuan jarang sekali disebut. Prof. Dr. Sururin, M.Ag., Guru besar ilmu pendidikan agama Islam menuturkan bahwa dalam kitab koleksi biografi Islam, misalnya dalam karya Ibn Sa’ad, tokoh perempuan disebut 625 sedangkan tokoh laki-laki disebut 4250. Sementara itu, di karya lainnya, tokoh perempuan sangat sedikit sekali disebut. Dalam karya Fariduddin al-Attar yang menyebutkan hanya satu perempuan. Oleh karena itu, Sururin menyampaikan bahwa perjuangan perempuan perlu dilanjutkan dan didukung tidak hanya oleh tokoh-tokoh perempuan tapi juga oleh ulama laki-laki.
Sepanjang Diskusi Dosen berlangsung tak kurang 749 peserta turut terlibat aktif dari berbagai daerah di Indonesia. Tak hanya itu, para peserta pun aktif bertanya kepada narasumber mengenai problem gender yang terjadi dalam lingkungan akademik. Bertukar pendapat dinilai penting. Sebagaimana yang disampaikan Dr. Yanti Herlanti, M.Pd. bahwa diskusi seperti ini memberikan insight bagi perempuan yang berkerja di lingkungan publik.