Program Doktor PAI FITK UIN Jakarta Gelar Seminar Internasional
Program Doktor PAI FITK UIN Jakarta Gelar Seminar Internasional

Gedung FITK, BERITA FITK Online– Program Studi Doktor Pendidikan Agama Islam (S3 PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menggelar Seminar Internasional yang bertajuk Islamic Education in Pluralistic World. Seminar tersebut diselenggarakan pada (16/9/2022) secara hybrid.

Seminar Internasional webinar itu diisi oleh 3 narasumber, yaitu Chris Seiple, Ph.D., (University of Washington, USA), Prof. Dr. Amin Abdullah, M.Ag. (Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila-UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta), dan Bahrul Hayat, Ph.D. (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).

"Saya ucapkan terima kasih kepada seluruh narasumber yang bersedia hadir dan berkenan menyampaikan materinya. Kepada Rektor UIN Jakarta, dan dekan FITK, dan tentu semua panitia yang terlibat dalam Seminar Internasional ini saya juga ucapkan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya. Semoga acara ini sukses dan bermanfaat," ujar Ketua Prodi S3 PAI, Prof. Dr. Abdul Mu'ti, M.Ed.

"Bapak-ibu, untuk diketahui, peserta yang terlibat dan menghadiri seminar internasional S3 PAI ini berasal dari berbagai macam daerah dan berbagai macam latar belakang pendidikan; praktisi pendidikan, peneliti, pembuat kebijakan," terang Abdul Mu'ti.

"Saya berharap dengan berbagai latar belakang peserta yang berbeda, seminar internasional ini dapat memperkaya pemahaman kita terhadap isu pluralisme beragama terutama berkaitan dengan studi Islam dan pendidikan Islam," pungkasnya.

Sementara itu, dalam sambutannya sebagai Dekan, Dr. Sururin, M.Ag. menyampaikan profil singkat fakultas.

"Alhamdulillah pada tahun 2022, FITK telah membuka dan memulai perkuliahan program doktor PAI. FITK UIN Jakarta memiliki 12 Prodi S1, 4 Prodi S2, 1 Prodi PPG, dan 1 program doktor. Jadi total Prodi FITK berjumlah 18 Prodi. FITK juga merupakan fakultas terbesar dengan jumlah mahasiswa lebih dari 6000 dan sebanyak 226 dosen," terang Sururin.

"Indonesia adalah model negara pluralistik sekaligus merupakan negara dengan jumlah muslim terbanyak di dunia. Indonesia juga memiliki semboyan yang luar biasa, yaitu berbeda-beda tetapi satu-bhineka tunggal ika. Walaupun Indonesia terdiri dari beberapa agama, suku, budaya, dan bahasa, namun masyarakatnya bisa toleran dan tidak terjadi konflik. Kondisi tersebut bisa dijadikan model untuk negara lain di dunia," jelas Sururin.

Acara dilanjutkan dengan pemaparan materi dari para narasumber. Materi pertama disampaikan oleh Chris Seiple. Seiple menyampaikan mengenai literasi lintas budaya dan agama.

"Sebagai masyarakat dunia, kita perlu memahami tantangan dunia global. Untuk mengatasinya, diperlukan kolaborasi dan koordinasi berbagai elemen di antaranya pemerintah, masyarakat, militer, ekonom, dan pemuka agama," terang Chris Seiple.

"Literasi lintas budaya dan agama bukan berarti penggabungan pemahaman agama (sinkretis), bukan sekularisme, tidak merendahkan atau mengunggulkan agama tertentu, melainkan menerima perbedaan, saling memahami, dan saling menghargai," jelasnya.

Ia menambahkan, literasi lintas budaya dan agama dapat dibangun dengan tiga cara yaitu negosiasi, komunikasi, dan evaluasi. Kesemuanya itu berakar pada kompetensi personal, komparatif, dan kolaboratif.

Pemaparan selanjutnya disampaikan oleh Amin Abdullah. Ia menjelaskan nilai-nilai universal al-Quran untuk kehidupan masyarakat majemuk.

"Nilai yang pertama adalah saling mengenal, yang kedua tidak saling merendahkan atau mengejek, yang berikutnya hindari berburuk sangka, tidak mencari-cari keburukan penganut agama lain, kemudian tidak saling mempergunjingkan, dan terakhir berbuat baik dan adil kepada seluruh pemeluk agama lain," terang Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta itu.

Materi terakhir disampaikan oleh Bahrul Hayat, Ph.D. Ia menyampaikan hasil penelitian tren beragama segara global pada abad ke-20.

"Berdasarkan hasil penelitian, tren beragama secara global pada abad ke-20 di antaranya adalah lahirnya militan dalam beragama, jumlah penganut agama Islam meningkat, meningkatnya paham pluralisme di masyarakat. Pluralisme itu tidak sebatas agama, melainkan kepada adat, budaya, bahasa, dan pendidikan," jelas Bahrul Hayat.

Berikutnya, Bahrul menjelaskan mengenai makna dari pendidikan Islam.

"Bapak-ibu, pendidikan Islam itu bisa diartikan berdasarkan paradigma filosofi, sistem pendidikan, dan berdasarkan konten kurikulum," tukasnya.

Berikutnya, acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang dipandu oleh moderator, Waliaydin, M.A., TESOL, Dosen Pendidikan Bahasa Inggris. (MusAm)