SAATNYA BADAN MENUNTUT HAKNYA (1) Sebuah Pengalaman Empirik dan Inspiratif
Ahmad Thib Raya | Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta |
Memangnya badan mempunyai hak? Kelihatannya, pertanyaan ini sangat aneh. Tetapi, dalam realitanya, jawabannya adalah ya, benar. Badan mempunyai hak dan pada saatnya badan menuntut haknya itu untuk dipenuhi oleh sang pemiliknya. Hanya sebahagian kita tidak menyadari adanya tuntutan badan itu.
Ada sebuah pengalaman inspiratif yang dapat saya ceritakan kepada kawan-kawan FB mengapa saya harus nginap di RS Syahid? Saya nginap untuk memenuhi tuntutan badan yang mengharuskan saya istirahat. Badan saya menuntut haknya kepada saya. itulah sebabnya, dua hari yang lalu, Selasa dan Rabu (21-22 Feb), saya harus nginap di RS Syahid UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk istirahat. Apa yang menjadi penyebabnya? Sebabnya adalah kelelahan yang luar biasa karena berbagai aktivitas badan yang begitu padat beberapa hari sebelumnya.
Ada beberapa kegiatan terkait yang saya lakukan sebelum saya penuhi tuntutan badan itu. Kegiatan-kegiatan itu sangat menguras tenaga dan melelahkan. Kegiatan itu tidak dapat saya hindari, dan harus saya jalani. Saya melakukan kegiatan-kegiatan itu dengan penuh semangat, bagaikan anak muda yang masih gesit dan memiliki kekuatan yang optimal. Padahal, kata teman saya faktor “U” tidak bisa dilepaskan. “U” yang dimaksud adalah faktor “umur.” Memang, pada saat-saat tertentu kita tidak menyadari umur kita itu. Seharusnya kita tidak boleh melaksanakan aktivisnya bak anak muda yang masih kuat tenaganya.
Memang ada beberapa kegiatan yang saya tidak bisa hindari beberapa hari ini, mulai dari hari Rabu 15/2 hingga hari Selasa 21/2 ini. Mulai Rabu malam hingga Jumat sore ada di Makassar menghadiri dan melakukan proses pemakaman, takziyah dll sebagainya sehubungan dengang meninggaklnya adik ipar. Hari Jumat hingga hari Sabtu pun beberapa kegiatan yang dilaksanakan. Ini semua tidak bisa saya hindari. Pada hari Ahad seharian pun menghadiri kegiatan Wisuda UIN Jakarta yang ke-103 dan mewisuda 201 lulusan FITK. Sore harinya kedatangan tamu di Kantor FITK, dan pada malamnya hingga pukul 22 melayat di rumah duka, meinggalnya seorang dosen FITK UIN Jakarta.
Pada hari Senin kegiatan yang telah diagendakan lebih padat lagi, mulai pukul 09 pagi hingga pukul 18 sore. Semua kegiatan itu mengharuskan saya terlibat di dalamnya. Hanya beberapa kegiatan yang saya jadwalkan itu saya bisa penuhi. Sebahagaian saya batalkan. Rasanya tidak mampu lagi karena ada dua dan tiga kegiatan yang berdekatan dan bahkan bersamaan waktu pelaksanaannya. Memang tidak terasa, tetapi sebenarnya badan saya sudah mulai merasa kelelahan. Setelah shalat magrib di kantor, saya pun pulang ke Matraman. Dalam perjalanan mulai terasa ada sakit kepala di bahagian belakang. Saya sudah mulai menyadari bahwa ini adalah tanda kelelahan.
Pada hari Selasa, ada lagi kegiatan Seminar sehari yang dilaksanakan oleh FITK. Seminar tentang Teaching With Technology, bekerjasama dengan Micrsoft Indonesia dan PT Eduspech Indonesia. Acara dihadiri lebih dari 500 peserta. Acara berlangsung mulai pukul 10 hingga pukul 15.30. Lagi-lagi saya tidak ada istirahat. Usai shalat Zhuhur saya sudah mulai merasakan kelainan pada badan. Mata berkunang-kunang, pandangan sudah mulai kurang jelas. Lalu disusul lagi dengan rasa mual. Lalu saya tidur sekitar satu jam mulai jam 16 hingga 17. Setelah bangun, sakit kepala dan mual mulai terasa bertambah.
Saya lalu ke rumah Sakit Syahid untuk konsultasi dengan dokter. Pertama-tama, periksa tensi darah. Ternyata normal. Kedua pengambilan darah untuk diagnose gejala penyakit. Setelah itu ada pertanyaan yang menarik dari sang dokter: “Bagaimana istirahatnya Prof, dalam beberapa hari ini?” Saya jawab, “Sangat kurang. Ini terjadi sejak Rabu yang lalu hingga sore hari ini,” jawab saya. Beberapa rangkaian kegiatan saya ceritakan. Tenang juga dokter itu mendengar penjelasan saya, padahal pada saat itu dia sedang menuliskan resep untuk saya. Dokter itu sangat hebat dan care terhadap pasiennya.
Lalu saya diberikan resep untuk diambil di Apotek RS itu dan menyatakan kepada saya bahwa “Prof boleh pulang, tidak dirawat.” Setelah keluar dari dokter, saya meminta kepada salah satu staf di RS itu untuk mencarikan saya satu kamar untuk nginap satu atau dua malam. Saya bilang saya ingin nginap di sini, biar istirahat dulu. Didapatkan kamar utama yang hanya diisi satu pasien saja. Kemudian saya meminta kepadanya untuk bertemu dengan dokter itu dan menyampaikan bahwa saya mau ngingap di RS satu atau dua malam. Lalu saya memang nginap di kamar itu mulai Selasa hingga Rabu malam.
Pada malam hari saya diinfus hingga siang hari Rabu, di samping obat untuk minum. Sudah terasa mulai malam itu, mual mulai berkurang, dan paginya sakit kepala mulai berkurang pula. Siang harinya sudah hilang sama sekali. Sore harinya, Rabu pukul 16.00, saya minta untuk pulang ke rumah. Dokter mengizinkan saya. Setelah Magrib saya pun meninggalkan kamar perawatan saya, dengan merasakan kesegaran yang cukup lumayan.
Selama pelaksanaan kegiatan yang begitu padat itu mulai dari rabu yang lalu hingga Selasa itu, saya tidak merasakan dan tidak mendengarkan keluhan dan jeritan badan saya. Padahal badan itu sudah menjerit dan mengeluh dengan luar biasa. Oleh sebab itu, maka pada Sore Selasa itu, saya dipaksa untuk memenuhi tuntutan badan saya. Saya harus ke dokter, karena jeritan badan saya melalui kepala yang pusing dan mual itu tidak dapat hindari. Badan saya menuntut saya, harus ke dokter dan istirahat. Saya telah memenuhinya. Akhirnya setelah dua hari memenuhi tuntutannya, badan terasa mulai pulis walau belum 100%. Konsul ke dokter dan nginap itulah, tuntutan badan saya. Hari ini pun, Kamis, untuk memenuhi tuntutan badan, saya istirahat di rumah.
Pada saat itu baru saya ingat pesan Rasulullah, “Ingatlah, bagi-bagi badanmu ada haknya terhadap engkau.” Jagalah hak badan itu dengan baik. Semoga cerita ada manfaatnya bagi kita dan menginspirasi kita untuk menjaga hak badan kita sesuai dengan tuntutannya. Aamiin. Walaahu a”lam bi al-shawaab. Jakarta-matraman. Kamis pagi, tanggal 23 Februari 2017.