Sani dalam Lembaga Lesbumi untuk Pengembangan Teater Islami
Sani dalam Lembaga Lesbumi untuk Pengembangan Teater Islami

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, menggelar acara Kuliah Tamu dan Seminar Nasional, pada Pestarama 9. Seminar Nasional dengan tajuk “Peran Lembaga Kebudayaan Islam dalam Membentuk Wajah Sastra dan Drama Bernafas Islam di Indonesia” digelar pada hari Senin (27/5/2024) di Ruang Teater Prof. Mahmud Yunus, Lantai 3 FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, acara ini dihadiri oleh banyak narasumber yang kompeten di bidangnya masing-masing, salah satunya yakni Dr. Ngatawi Al-Zastrouw, S.Ag., M.Si.

IMG_0937 (1)

IMG_0978 (1)
Dr. Ngatawi Al-Zastrouw S.Ag., M.Si. dikenal sebagai budayawan dari kalangan Nahdlliyin. Al-Zastrouw percaya bahwa nilai-nilai ajaran Islam yang rahmatan lil alamin lebih mudah diterima melalui kebudayaan. Ia juga pernah menjadi Ketua Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) dari tahun 2004 hingga 2015. 
Sejak saat 2020, Al-Zastrouw telah dipercaya sebagai kepala Makara Art Center (MAC UI), sebuah lembaga dibawah naungan UI yang berfokus pada kajian dan pengembangan kebudayaan. Hingga kini, ia terus memimpin pusat seni, mendorong berbagai inisiatif untuk memajukan budaya Indonesia. 
Sebagai pengantar, Al-Zastrouw menyatakan bahwa Lesbumi memiliki beberapa strategi dalam mengembangkan dunia teater dan sastra. Salah satu tokoh penting dalam upaya ini adalah Asrul Sani. Ia tidak hanya dikenal sebagai sastrawan dan sutradara berbakat, tetapi juga memiliki latar belakang pendidikan yang kuat. Kontribusi Asrul Sani melalui pendidikan dan pendirian akademi ini sangat signifikan dalam memperkuat fondasi teater di Indonesia.
Strategi pertama Lesbumi adalah menghidupkan kelompok teater daerah dengan mengadakan pementasan bulanan di berbagai tempat.
“Begitu Lesbumi berdiri, setiap wilayah dan cabang NU memiliki kelompok teater. Meskipun coraknya masih tradisional seperti udruk, kethoprak, dan mendhu di Riau. Dan yang awalnya, NU ragu menerima mereka, tetapi akhirnya mereka diakui dan menjadi bagian dari organ NU,” ujar Al-Zastrouw, sebagai salah satu Narasumber dalam acara Seminar Nasional Pestarama 9.
Strategi kedua adalah memodernisasi teater dengan melakukan rekonstruksi terhadap seni-seni daerah. Strategi ketiga memasukkan unsur-unsur cerita Islami dalam berlakon di teater. 
Strategi keempat adalah memproduksi film, dipimpin oleh sutradara berbakat yakni Asrul Sani. Lesbumi menghidupkan teater dengan film religi pertama mereka, "Panggilan Tanah Sutji," pada tahun 1964.
Al-Zastrouw menambahkan, ”Akar dari film adalah teater, karena dari teaterlah seni peran diajarkan dan dibentuk.”
Strategi kelima yang paling menarik, yaitu mendirikan studio film. 

ngatawi33
(Sumber: Al-Zastrouw, presentasi Powerpoint, “Peran dan Strategi Lesbumi dalam  Pengembangan Teater Islami di Indonesia”, Seminar Nasional Pestarama#9, Senin, 27 mei 2024.)


Strategi keenam yang tidak kalah menarik, yakni melindungi film Nasional. Pada saat itu, Lesbumi dibawah pimpinan Asrul Sani. Untuk menjaga eksistensi film nasional, Lesbumi memboikot film-film Amerika yang mendominasi bioskop di Indonesia. Aksi ini dilakukan bersama 16 organisasi massa dari berbagai golongan buruh, politik, serta pekerja film dan bioskop. Berkat boikot ini, kuota distribusi film yang ditangani AMPAI, distributor film Amerika, berhasil dikurangi dari 250 menjadi 160 film per tahun. 
Strategi terakhir adalah mendirikan Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI), lembaga pendidikan kesenian pertama di Jakarta yang didirikan pada tahun 1955 oleh Usmar Ismail dan Asrul Sani. Dengan pengalaman mereka di bidang teater dan film, serta pendidikan teater Asrul Sani di Amerika Serikat, ATNI dibentuk untuk mengajarkan kesenian teater Barat.
Pada akhir pemaparan Al-Zastrouw mengucapkan bentuk pujiannya pada PBSI UIN Jakarta atas diselenggarakannya acara yang mengapresiasi seni dan budaya ini.
“Fakultas ini masih concern untuk mengembangkan seni budaya sebagai sarana untuk belajar dan pembelajaran, ini luar biasa dan kita perlu mengapresiasi dengan tepuk tangan,” tuturnya. (IN)