Tadris Bahasa Indonesia FITK UIN Jakarta Gelar Seminar Nasional: Sastra Indonesia Abad ke-19 dan Sastra Koran
Gedung FITK, BERITA FITK Online- Program Studi Tadris Bahasa Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta kembali menggelar Seminar Nasional secara virtual, Kamis, (04/11/2021) dengan mengusung tema “Sastra Indonesia Abad ke-19 dan Sastra Koran”. Seminar dibuka oleh Dekan FITK yang diwakili oleh Wadek 1 Dr. Kadir, M.Pd. dan setidaknya diikuti oleh 250 peserta lebih. Mereka adalah para dosen, mahasiswa dan praktisi pendidikan dari seluruh nusantara.
Seminar ini menghadirkan dua orang narasumber, yaitu Dr. Ibnu Wahyudi, M.A., Dosen Sastra Indonesia FIB UI sebagai narasumber pertama dan Rosida Erowati, M.Hum., dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FITK UIN Jakarta sebagai narasumber kedua. Narasumber pertama mengkaji tentang “Sastra Indonesia Abad ke-19” dan narasumber kedua mengusung tema “Sastra Koran: Sastra dan Pers Islam di Indonesia”. Ketua Prodi Tadris Bahasa Indonesia Dr. Makyun Subuki, M.Hum., dalam sambutannya mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh panitia, seluruh pengisi acara dan para peserta yang hadir dari seluruh penjuru nusantara. Ia juga memaparkan bahwa acara Senimar Nasional ini merupakan salah satu program prodi yang pelaksanaannya akan dirutinkan dengan tema yang berbeda di setiap bulannya. Sementara itu masih dalam acara yang sama, Wakil Dekan 1 FITK Dr. Kadir, M.Pd., dalam sambutannya menjelaskan bahwa Sastra Abad ke-19 ini sangat religius, “Sastra Abad ke 19 sebenarnya sangat bersifat religius karena banyak dilahirkan oleh intelektual-intelektual Islam,” tegasnya. Lebih lanjut ia menegaskan bahwa pada masa pandemi ini diharapkan generasi muda mampu menjadikan sastra sebagai salah satu alternatif untuk berkarya. Masih dalam forum yang sama, Ibnu Wahyudi atau yang biasa disapa Mas Iben dalam dalam pemaparan materinya menjelaskan bahwa dalam konteks sejarah sastra Indonesia atau dalam konteks perjalanan sastra Indonesia yang dapat dikatakan modern adalah karya yang ciri di antaranya adalah pertama, menggunakan Bahasa melayu. Ciri kedua ditulis dengan menggunakan huruf latin atau rumi, dan ciri yang ketiga adalah karya-karya ini harus ada yang bertanggung jawab yaitu karya yang jelas siapa penulisnya. Masih berbicara tentang sastra, Rosida Erowati Menjelaskan tentang sastra koran bahwa “Saat ini, sastra koran sudah dianggap tidak kekinian, dan tiba waktunya menjadi artefak,” tandasnya. Lebih lanjut ia memaparkan bahwa “Hal yang tidak dapat dibantah adalah keberadaan karya sastra di dalam media surat kabar/majalah ditunggu oleh pembacanya dan segmentasi media yang beragam menciptakan heterogenitas, sehingga sastra koran bersifat tidak homogen,” pungkasnya.