Writing is Healing, Writing is Protecting: Pelatihan Menulis dan Healing untuk Peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan
Gedung FITK, Berita FITK Online - Pada Selasa, 10 Desember 2024 Yayasan Nalar Naluri Nurani bersama Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah dan OM Institute mengadakan Pelatihan Menulis dan Healing dalam rangka memperingati 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Hari HAM Sedunia yang bertajuk “Writing is Healing, Writing is Protecting”.
Acara yang berlangsung di Ruang Teater lantai 3 FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menghadirkan dua pembicara inspiratif, yakni Okky Madasari, seorang novelis dan sosiolog, serta Prof. Dr. Rena Latifa, M.Psi., psikolog sekaligus Guru Besar Psikologi Agama. Tema yang diangkat pada pertemuan ini adalah “Gerakan Nasional Menulis untuk Melindungi dan Menyembuhkan,” kegiatan ini mengusung semangat menulis sebagai sarana penyembuhan diri (healing) sekaligus perlindungan terhadap isu-isu kekerasan.
Sambutan pertama disampaikan oleh Sandhya Yuddha, pendiri Yayasan Nalar Naluri Nurani. Beliau menyoroti isu kesehatan mental yang kian memprihatinkan, khususnya pada anak muda. Data dari WHO mencatat sekitar 720 ribu kasus bunuh diri setiap tahunnya, dengan mayoritas korban adalah perempuan. Di Indonesia, kasus bunuh diri meningkat hingga 50 persen. "Kesehatan mental adalah isu yang kompleks, ibarat gunung es. Itu sebabnya kami mendirikan Yayasan Nalar Naluri Nurani, untuk memadukan otak, hati, dan alam agar hidup menjadi lebih seimbang," ujar Sandhya pada Selasa (11/12/24). Yayasan ini juga berupaya menciptakan masyarakat yang sehat, mandiri, serta beretika melalui program-program baru yang akan terus dikembangkan.
Sambutan kedua diberikan oleh Dr. Yanti Herlanti, M.Pd., Wakil Dekan FITK UIN Jakarta. Dalam pidatonya, beliau menekankan pentingnya menulis, tidak hanya sebagai keterampilan akademis tetapi juga sebagai sarana penyembuhan diri. "Menulis bisa menjadi proses healing, tempat kita menumpahkan segala emosi. Banyak buku best seller lahir dari proses ini," jelas Dr. Yanti. Beliau juga menegaskan bahwa menulis bukan sekadar tugas akhir, tetapi juga alat untuk mengekspresikan diri dan menemukan kedamaian di tengah tantangan hidup.
Sebelum memasuki sesi inti, seluruh peserta dan tamu undangan diminta berdiri untuk sesi foto bersama. Tidak hanya berfoto, momen ini juga diabadikan dalam video, di mana semua peserta dengan penuh semangat menyerukan jargon: "Hentikan kekerasan, wujudkan keadilan!"
Setelah itu, Prof. Dr. Rena Latifa, M.Psi., Okky Madasari, Dr. Yanti Herlanti, M.Pd., Sandhya Yuddha dan Dr. Ahmad Bahtiar, M.Hum., dipersilakan maju untuk menandatangani komitmen dan harapan sebagai bentuk dukungan terhadap gerakan anti kekerasan terhadap perempuan. Penandatanganan ini menjadi simbol harapan sekaligus komitmen bersama dalam memperjuangkan penghentian segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.
Prof. Dr. Rena Latifa, dalam sesi berikutnya, memberikan pandangan psikologis tentang bagaimana kesehatan mental dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mengekspresikan dirinya. Ia juga memaparkan pentingnya dukungan lingkungan dan budaya peduli sesama dalam menjaga kesehatan mental, terutama di kalangan remaja dan mahasiswa. "Gangguan kesehatan mental seringkali dipicu oleh lingkungan yang kurang mendukung. Budaya peduli dan saling membantu perlu kita ciptakan, terutama di dunia kampus,” jelasnya pada Selasa (11/12/24).
Okky Madasari menyampaikan bahwa menulis memiliki kekuatan untuk melindungi. "Tulisan adalah melindungi. Dengan kemampuan menulis, kita bisa memproteksi hidup kita sekaligus memberikan perlindungan kepada orang lain," ungkapnya. Ia juga memperkenalkan Omong-Omong, sebuah wadah menulis yang menjadi ruang bagi siapa saja untuk menuangkan keluh kesah, yang kemudian dapat dibaca dan diapresiasi oleh banyak orang.
Sesi interaktif menjadi momen menarik ketika peserta diajak untuk menuliskan surat sebagai bagian dari terapi menulis. Surat ini ditujukan untuk siapa pun yang mereka ingin sampaikan perasaan, baik kepada diri sendiri, keluarga, maupun tokoh imajiner. "Melalui aktivitas ini, kami ingin menunjukkan bahwa menulis adalah langkah awal yang adaptif untuk memproses emosi," tambah Prof. Rena.
Novi menyampaikan bahwa acara ini juga menjadi ruang refleksi atas peran universitas dalam mendukung kesehatan mental mahasiswanya. Salah satu inisiatif yang dibahas adalah Pojok Curhat di FITK UIN Jakarta, sebuah layanan konseling untuk mahasiswa yang menghadapi masalah pribadi maupun akademik. Ia juga menyampaikan bahwa fasilitas ini telah banyak membantu mahasiswa yang membutuhkan tempat aman untuk berbicara.
Melalui pelatihan ini, para peserta diajak untuk menggunakan tulisan sebagai alat untuk melindungi diri dan orang lain, sekaligus sebagai cara untuk menjaga kesehatan mental mereka. Dengan semangat kolaborasi antara kampus dan komunitas, acara ini menjadi bukti nyata upaya bersama dalam membangun masyarakat yang lebih peduli dan inklusif.
(Reporter: Irhamna, Melsa Nurpuzianah)