Akhir dari Perjuangan PPG
Akhir dari Perjuangan PPG

Sabtu-Minggu, 23-24 Maret 2019 LPTK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menyelenggarakan Ujian Kompetensi Mahasiswa Pendidikan Profesi Guru (UKMPPG). Ujian yang berlangsung selama dua hari tersebut dilaksanakan di gedung Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Jakarta kampus I diikuti sebanyak 738 peserta dari pulau Jawa, Kalimantan, dan Lombok Nusa Tenggara Barat.

Dimulai dari 18 Desember 2018, hampir empat bulan peserta PPG telah mengikuti rangkaian kegiatan yang telah mereka lewati; dari materi pengantar, pendalaman materi lebih kurang 20 hari sampai pelaksanaan praktik mengajar di sekolah-sekolah selama satu bulan.

Tentu banyak pengorbanan yang telah mereka lakukan dan keluarkan; jauh dari anak yang dicintai, suami atau istri yang dikasihi, juga yang pasti pengorbanan materi. Kita menyadari rangkaian proses itu tidak mudah dijalankan oleh mereka, terutama bagi mereka yang berasal dari luar pulau Jawa yang tentu jauh dari kampus penyelenggara PPG, UIN Jakarta.

Ada banyak cerita tentang mereka, cerita bahagia karena kesejahteraan mereka akan segera membaik dengan mendapatkan sertifikat pendidik (itupun jika dinyatakan lulus ujian), tidak sedikit juga cerita-cerita sedih yang membuat terharu.

Ada peserta yang bercerita mengikuti PPG harus jual hewan ternak, seperti sapi atau kambing. Ada juga menggadaikan ladang pertanian yang mereka miliki. Sesampainya di tempat PPG, yang mestinya mereka belajar tekun dan fokus, mereka malah banyak yang mengalami stres dan tidak sedikit yang sakit, mungkin karena tuntutan dari kurikulum dan juga padatnya jadwal PPG.

Ada seorang ibu peserta dari Kab Hulu Sungai Kalimantan Selatan bercerita, dia berangkat mengikuti PPG ke Jakarta dengan meninggalkan bayi yang baru berusia 10 bulan. Awalnya dia tidak tega meninggalkan bayinya yang masih sangat kecil, tapi karena tuntunan dan harapan perbaikan kesejahteraan, akhirnya dia nekat untuk mengikuti PPG.

Dalam perjalanannya mengikuti kegiatan PPG, sebulan pertama dia sempat tidak kuat karena terus memikirkan bayinya di kampung, tapi dengan support keluarga dan teman-temannya di kelas, akhirnya dia bisa melewati semua proses PPG sampai berakhir. Mungkin cerita serupa juga banyak dialami oleh peserta yang lain.

Perlu diketahui, kegiatan PPG untuk para guru sangat ditunggu, karena setelah kegiatan PPG selesai, harapannya kesejahteraan mereka membaik dengan memperoleh sertifikat pendidik. Padahal tugas dan fungsi mereka sama dengan guru yang telah bersertifikat.

Selembar sertifikat pendidik membedakan kesejahteraan guru satu dengan lainnya. Ironis memang, tapi begitulah kondisi guru kita saat ini. Tidak sedikit para guru bekerja sampingan menjadi petani, tukang ojek, atau bahkan jadi pengepul barang-barang bekas, karena honor yang mereka terima dari tempat mengajar belum cukup menutupi kebutuhan sehari-hari.

Sabtu dan Minggu (23-24/03/2019) adalah hari yang sangat mereka tunggu-tunggu. Hari penentuan nasib yang telah mereka perjuangkan selama hampir empat bulan. Banyak harapan dan doa yang terucap ketika mereka memasuki ruang ujian. Tentu harapannya bisa mengerjakan ujian dengan lancar dan benar, dan akhirnya mendapatkan sertifikat pendidik yang sangat mereka dambakan.

Jika sesuai jadwal, sertifikat pendidik yang mereka idam-idamkan akan dibagikan pertengahan April 2019 mendatang.

Dari penggalan catatan di atas, apakah program sertifikasi guru dalam bentuk PPG yang diselenggarakan Kemenristekdikti tepat dan sesuai sasaran? Tentu pemerintah berniat baik dalam setiap kebijakan yang diambilnya. Tetapi juga pemerintah harus mengkaji kembali dan mengevaluasi apakah kegiatan PPG model seperti itu sudah tepat; dari proses awal seleksi, syarat guru yang bisa ikut PPG, penentuan LPTK yang dipilih, dan lamanya kegiatan.

Muslikh Amrullah MPd, Staf Magister FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. (mf)