Asrul Sani dalam Lesbumi Membawa Spirit Memodernisasi Kebudayaan Islam
Asrul Sani dalam Lesbumi Membawa Spirit Memodernisasi Kebudayaan Islam

PBSI NGATAWI (4)

Ngatawi Al Zastrouw: Asrul Sani dalam Lesbumi Membawa Spirit Memodernisasi Kebudayaan Islam

 

Gedung FITK, BERITA FITK Online pada senin 27 Mei 2024 Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) FITK UIN Jakarta gelar Kuliah Tamu dan Seminar Nasional sebagai salah satu rangkaian dari acara Pestarama (Pekan Apresiasi Sastra dan Drama) yang sudah menginjak periode ke-9 pada tahun ini. 

Acara tersebut dilaksanakan pada Senin (27/5/24) di Teater Prof. Mahmud Yunus FITK dengan dihadiri oleh puluhan audiens yang berasal dari mahasiswa PBSI, juga lintas kampus yang salah satunya tampak hadir mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Jakarta. 

Pada kuliah tamu ini, Ngatawi Al Zastrouw, S.Ag., M.Si., menjadi dosen tamu yang membagikan pengetahuan dan pengalamannya terkait Lesbumi, sebuah lembaga kebudayaan yang pernah ia pimpin pada tahun 2004—2015.

Diketahui bahwa Lesbumi merupakan lembaga kebudayaan yang didirikan oleh tiga sserangka, salah satunya adalah Asrul Sani, tokoh sastrawan yang karya dan pemikirannya akan direalisasikan dalam bentuk pementasan drama maupun kegiatan kebudayaan lainnya dalam Pestarama #9.

Al Zastrouw, sapaan akrabnya, menuturkan bahwa Asrul Sani dalam mendirikan Lesbumi, memiliki spirit untuk membawa kebudayaan Islam di Indonesia. 

"Pelopor Lesbumi ini dari tiga serangkai, Asrul Sani, Usmar Ismail, dan Djamaluddin Malik. Mereka ingin mendirikan lembaga kebudayaan yang menjadikan seni sebagai instrumen untuk 

Asrul Sani dalam Lesbumi giat memperlihatkan kebudayaan Islam dengan dinamis, membingkai agama sebagai eskpresi, bersifat sangat substansial, dan kritis. 

"Lesbumi sebagai lembaga kebudayaan ingin menjadikan seni sebagai instrumen untuk mengekspresikan dan merealisasikan spirit religiositas," ucap Al Zastrouw. 

Spirit Lesbumi dalam membawa Islam sebagai ekspresi yang dinamis dan harmonis dalam kesenian, juga dituangkan dalam upaya memodernisasi kelompok teater yang tersebar di seluruh Indonesia. 

"Lesbumi membentuk dan menghidupkan kelompok-kelompok teater di berbagai daerah. Yang dulunya kelompok teater ini seperti anak yatim, tidak punya induk. Dengan adanya Lesbumi, mereka seperti punya induk kembali," jelas Al Zastrouw dengan logat Jawanya yang khas. 

PBSI NGATAWI (2)Salah satunya yakni Lesbumi memberikan rekonstruksi berupa sentuhan tata musik dan tata cahaya pada kelompok seni Al Badar, kelompok seni yang berasal dari Situbondo dengan ciri khas berbahasa Madura dan sudah berkembang sejak tahun 1960.

Selain menyentuh aktivitas rekonstruksi seni teater, Lesbumi juga melakukan modernisasi kesenian-kesenian pesantren yang mulanya merupakan seni-seni tradisi yang tidak familier dan tidak dilirik masyarakat, menjadi sebuah kesenian yang populer. 

"Lesbumi memodernisasi kesenian pesantren supaya bisa tampil dalam kancah nasional karena saat itu kesenian pesantren cenderung tampil dengan karakter Arabian, timur tengah, dan seni-seni tradisi yang tidak populer sehingga LESBUMI berusaha memodernisasi itu," jelas Al Zastrouw. 

Pada pernyataan akhirnya, tokoh budayawan yang memilih kebudayaan sebagai jalan dakwahnya itu, menyampaikan rasa bangganya terhadap FITK dan program studi PBSI karena masih merawat kebudayaan Indonesia sebagai ajang pembelajaran. 

"Fakultas dan PBSI ini masih concern untuk mengembangkan seni budaya sebagai sarana untuk belajar dan pembelajaran. Ini luar biasa dan perlu kita apresiasi," terang Al ZastrouwZastrouw (red. SPP).