Bedah Buku Surat Jibril menjadi Ajang Diskusi Kesusastraan yang Berbalut Islam
Ruang Tamu Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) yang diselenggarakan oleh prodi PBSI yang berkolaborasi dengan Kemendikbudristek, tidak hanya menyoroti pentingnya merawat budaya secara general, tetapi turut melakukan kebangkitan dalam semangat literasi yang berbalut Islam.
Acara "Bedah Buku Surat Jibril Karya Maftuhah Jakfar" menjadi suatu rangkaian Ruang Tamu PKN yang menjadi pengingat akan pentingnya membedah sastra yang bernuansa keislaman dalam lingkup PTKIN. Ini dilaksanakan pada Selasa (24/10/23) di Teater Prof. Mahmud Yunus FITK.
Untuk menyambut narasumber, santri Ayatirrahman melantunkan selawat Tholaal Badru Alaina yang diiringi oleh alat hadrah. Narasumber yang hadir terdiri dari Dr. Sastri Sunarti, M.Hum. selaku Kapus Manuskrip Literatur & Tradisi Lisan dan juga Kiai M. Faizi yang merupakan penyair dan pengasuh di ponpes Annuqoyah Sumenep.
Sebelum dimulainya acara, terdapat pembacaan maulid dari santri Ayatirrahman yang juga dilantunkan bersama dengan peserta lain dengan khidmat. Ketua Prodi PBSI, Dr. Ahmad Bahtiar, M.Hum., dalam sambutannya menyampaikan bahwa acara hari ini begitu spesial karena lekat dengan nuansa sastra pesantren dan salah satu narasumber didatangkan langsung dari domisilinya, yakni Sumenep Madura.
"Saya berterima kasih karena Bu Maftuhah, selaku penulis sudah mau menyempatkan waktunya untuk berbagi. Dan alhamdulillah sudah ada pula Kiai Faizi yang hadir langsung dari Sumenep dan ada juga Uni Sastri dari Padang yang berbicara mengenai sastra lisan. Terima kasih panitia yang sudah berkolaborasi," ucap Ahmad Bahtiar.
Kedua pemateri memaparkan bagaimana pandangannya terhadap buku puisi Surat Jibril. Diksi-diksi yang digunakan oleh penulis seperti dialog antara hamba dengan Sang Khalik. Sastri Sunarti dalam pemaparan materinya menyampaikan bahwa hampir seluruh isi dari buku Surat Jibril berbicara mengenai hubungan hamba dengan Sang Khalik. Sastri yang juga pernah berkunjung ke Ponpes Annuqoyah itu juga mengutarakan kekagumannya terhadap kehidupan ponpes tersebut.
"Para santri di Annuqoyah luar biasa, masif sekali, kehidupan dunia pesantren sangat beda, sangat inklusif dan terbuka. Tidak ada gerbang yang menyekat mana kawasan pesantren mana yang bukan," jelas Sastri.
Selaras dengan apa yang disampaikan oleh Kiai Faizi yang merupakan pengasuh Ponpes Annuqoyah. Ia menuturkan bahwa iklim sastra yang tumbuh di Ponpes Annuqoyah bisa membuat Maftuhah Jakfar menuliskan buku puisi. Pengasuh Ponpes Annuqoyah yang sedang berkomitmen untuk mengurangi sampah plastik di lingkup ponpesnya itu juga menyampaikan bahwa di dalam buku puisi Surat Jibril, muatan rangkaian diksinya meromantisasi ruang spasial.
"Surat Jibril sebagai metafor, sebagai kalimat yang di mana wahyu, imajinasi, intuisi yang ada dalam alam pikir santri. Di dalamnya terdapat ratapan spiritual dan meromantisasi ruang spasial, tentang masa lalunya, ada puisi cintanya juga untuk suaminya Jamal D. Rahman," jelas Kiai Faizi.
Kedua pemateri menggambarkan bagaimana penulis bukan sekadar menciptakan buku puisi yang di dalamnya berisi intuisi penyair, tetapi juga ada proses membaca sebelum menuliskannya. Di akhir acara, disuguhkan penampilan dari Komunitas Jibril yang menampilkan musikalisasi puisi Surat Jibril dan penampilan dari Hadrah Imroatus Saidah turut mewarnai dan menghidupkan kembali hiburan yang bernuansa religius.