Debut Manis di MTQ Kota Tangerang, Mahasiswa PAI UIN Jakarta Raih Juara 2 Karya Tulis Ilmiah Al-Qur'an
Debut Manis di MTQ Kota Tangerang, Mahasiswa PAI UIN Jakarta Raih Juara 2 Karya Tulis Ilmiah Al-Qur'an
BERITA FITK Online— Di tengah hiruk pikuk kompetisi Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ) Tingkat Kota Tangerang yang bergengsi, sebuah nama dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berhasil mencuri perhatian. Riyan Hidayat, mahasiswa semester 5 Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, membuktikan bahwa debut pertama tidak selalu berakhir dengan kegugupan. Justru sebaliknya, ia berhasil menorehkan tinta emas dengan meraih juara 2 dalam kategori Karya Tulis Ilmiah Al-Qur'an pada ajang yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur'an (LPTQ) Kota Tangerang, 6 Oktober 2025 lalu.

Kompetisi yang berlangsung di Kecamatan Cipondoh, tepatnya di kawasan dekat Situ Cipondoh ini, bukan sekadar ajang adu kemampuan biasa. MTQ Kota Tangerang dikenal sebagai arena yang mempertemukan para jagoan dari berbagai kalangan, mereka yang sudah terbiasa berdiri di atas podium juara. Namun bagi Riyan, ini adalah pengalaman pertamanya menjejakkan kaki di dunia kompetisi MTQ, khususnya di kategori yang ia pilih—Karya Tulis Ilmiah Al-Qur'an.
Keputusan Riyan untuk terjun ke dalam kategori ini bukanlah keputusan spontan. Jauh di lubuk hatinya, terdapat kerinduan mendalam untuk memperluas cakrawala ilmu dan pengalaman, terutama di bidang kepenulisan yang ia minati. Kategori Karya Tulis Ilmiah Al-Qur'an baginya bukan hanya tentang menulis, tetapi juga tentang mengasah kemampuan berpikir kritis dalam menuangkan ide-ide akademis yang membangun, ide-ide yang berpijak pada nilai-nilai Al-Qur'an dan Sunnah.

Ketika mengetahui bahwa lomba akan berlangsung secara online dalam durasi waktu 8 jam penuh, Riyan tidak lantas menyerah pada keterbatasan waktu. Justru, ia memulai persiapan dengan sangat terstruktur sejak H-14. Langkah pertamanya adalah menentukan permasalahan yang akan menjadi tulang punggung karya ilmiahnya. Setelah judul ditentukan, ia mulai menyusun latar belakang, sedikit demi sedikit, dengan penuh kehati-hatian. Setiap kalimat ditimbang, setiap argumen dipertajam.
Proses tidak berhenti di situ. Riyan kemudian merancang kerangka outline yang akan menjadi peta jalan dalam penyusunan pembahasannya. Namun ia paham betul, bahwa persiapan terbaik adalah yang dibimbing oleh mereka yang lebih berpengalaman. Maka, ia pun meminta bimbingan dari Ustadz Ibnu Taymiyah, sosok yang kemudian menjadi pembimbing sekaligus mentor spiritualnya dalam proses ini.
Pertemuan demi pertemuan dengan sang ustadz membuka mata Riyan pada berbagai sudut pandang baru. Masukan dan saran berharga mengalir deras—ide gagasan yang segar, inovasi yang mencerahkan, dan penyempurnaan konsep yang membuat karyanya semakin matang. Setiap bimbingan adalah ladang pembelajaran yang tidak ternilai harganya.
Namun, perjalanan Riyan tidak lepas dari gejolak emosi. Sebagai peserta pemula di ajang sebesar MTQ, perasaan grogi dan khawatir terus menghantui pikirannya. Ia sangat menyadari bahwa kategori Karya Tulis Ilmiah Al-Qur'an bukanlah kategori yang bisa dianggap enteng. Ini bukan sekadar menuangkan ide di atas kertas. Lebih dari itu, ia harus mampu menghubungkan setiap ide dengan ayat-ayat Al-Qur'an, hadis-hadis Nabi, dan tafsir para ulama yang telah teruji sepanjang zaman. Kedalaman materi menjadi syarat mutlak yang tidak bisa ditawar.
Di tengah keraguan yang sesekali menyapa, Riyan memilih untuk meyakini dirinya sendiri. Ia membangun benteng kepercayaan diri dan optimisme terhadap semua persiapan yang telah diusahakannya. Dan keyakinan itu tidak sia-sia. Allah SWT menakdirkan Riyan untuk berdiri di antara para juara. Pencapaian ini, baginya, bukan sekadar hasil usaha manusiawi, tetapi anugerah luar biasa dari Sang Maha Pemberi Rezeki, yang dibarengi dengan doa tiada henti dari orang tua, keluarga, dan para guru yang selalu mendukungnya.
Saat pengumuman pemenang dikumandangkan, Riyan sempat terdiam. Namanya dipanggil sebagai juara 2. Shock. Itulah kata yang tepat menggambarkan perasaannya. Ia sempat tidak percaya, sebab di sekelilingnya adalah para peserta yang sudah malang melintang di dunia kompetisi MTQ Kota Tangerang. Mereka adalah orang-orang yang namanya sudah familiar di telinga juri dan penonton. Sementara dirinya? Hanya seorang pendatang baru yang baru pertama kali merasakan atmosfer kompetisi setingkat ini.
Namun Riyan segera menyadari sesuatu yang fundamental. Kemenangan bukanlah soal kebetulan. Kemenangan adalah hadiah dari Allah SWT atas setiap tetes keringat, setiap malam bergadang, dan setiap doa yang dipanjatkan dengan khusyuk. Baginya secara pribadi, prestasi ini adalah bukti hidup bahwa usaha dan doa tidak pernah, dan tidak akan pernah sia-sia. Lebih dari kepuasan pribadi, Riyan memandang pencapaian ini sebagai kontribusi kecilnya untuk mengangkat nama baik UIN Jakarta, agar semakin dikenal dan diakui sebagai kampus yang melahirkan insan-insan berprestasi.
Dengan kerendahan hati, Riyan membagikan pesan untuk teman-teman mahasiswa di mana pun mereka berada. Pesannya sederhana namun penuh makna: jangan pernah ragu untuk mencoba dan terus berani mengambil setiap kesempatan yang datang. Setiap pengalaman, baik itu berakhir dengan kemenangan maupun kekalahan, pasti meninggalkan jejak pembelajaran yang berharga. Yang terpenting bukanlah selalu menang, tetapi semangat untuk terus belajar dan mengembangkan potensi diri yang Allah titipkan dalam setiap jiwa.
Prestasi ini bukanlah garis finish bagi Riyan. Justru, ia melihatnya sebagai garis start untuk perjalanan yang lebih panjang. Ia berencana untuk terus berpartisipasi dalam berbagai kompetisi sejenis dan mengembangkan proyek lanjutan dari karya yang telah dibuatnya. Harapannya sederhana namun mulia: apa yang telah dicapai hari ini bisa menjadi batu loncatan untuk menghasilkan karya-karya yang lebih bermanfaat bagi umat di masa mendatang.
Di penghujung ceritanya, Riyan tidak lupa mengucapkan syukur dan terima kasih. Kepada para ustadz, khususnya Ustadz Ibnu Taymiyah yang telah memberikan bimbingan, dukungan moral, dan fasilitas yang memadai. Kepada keluarga yang tidak pernah berhenti memberikan doa, dukungan, dan semangat di setiap langkahnya. Semua pihak ini adalah pilar-pilar yang menopang kesuksesannya hari ini.
Kisah Riyan Hidayat adalah pengingat bagi kita semua bahwa prestasi tidak mengenal senior atau junior, berpengalaman atau pemula. Yang membedakan hanyalah seberapa besar kita berani melangkah keluar dari zona nyaman, seberapa sungguh-sungguh kita mempersiapkan diri, dan seberapa kuat kita berdoa kepada Yang Maha Kuasa. Mahasiswa PAI UIN Jakarta sekali lagi membuktikan bahwa mereka tidak hanya unggul dalam kajian keilmuan dan pemahaman agama, tetapi juga mampu menghasilkan karya tulis yang kritis, mendalam, dan berpijak pada nilai-nilai Al-Qur'an.
Selamat untuk Riyan Hidayat. Semoga medali perak ini adalah permulaan dari rangkaian prestasi gemilang yang akan terus mengalir di masa depan. Semoga perjalananmu menginspirasi ribuan mahasiswa lainnya untuk berani bermimpi, berani bertindak, dan berani berprestasi untuk kemuliaan Islam dan kejayaan bangsa. (red. PAIUINJKT)
