Hindari Zona Nyaman
Sehari-hari banyak orang berbicara tentang teknologi, kemajuan, inovasi, dinamika, dan sejenisnya. Akan tetapi anehnya, tidak sedikit orang juga takut meninggalkan kebiasaan atau tradisinya. Padahal sebenarnya tidak akan ada kemajuan tanpa perubahan yang terencana. Siapapun yang ingin meraih kemajuan, maka harus berani berubah dan atau mengubah dirinya.
Dalam menghadapi perubahan, tidak sedikit orang merasa resah dan atau ragu bahwa keadaan itu akan menguntungkan dirinya, ia khawatir bahwa perubahan malah merugikannya. Sikap yang demikian itu menjadikan seseorang berusaha bertahan pada posisi dan kebiasaannya. Mereka menganggap bahwa apa yang ada telah memberikan ketenangan, kenyamanan, atau paling tidak, memahami keuntungan dan resikonya. Pada umumnya, orang menghendaki posisi aman dan nyaman. Padahal dengan seperti itu, ia akan terkubur perlahan di dalam kejumudan.
Berbeda dengan seseorang yang selalu punya target capaian dalam hidupnya, ia akan selalu berupaya dengan sekuat tenaga untuk terus bergerak mengikuti perubahan zaman dan berikhtiar demi mencapai target yang ingin diraih. Dalam konteks mahasiswa, baik program sarjana maupun pascasarjana, idealnya mahasiswa punya target capaian, misal dapat nilai baik, lulus tepat waktu dan dengan IPK cum laude. Upaya meraih targetnya, tentu ada banyak proses yang mesti dilewati dan dilakukan dengan serius dan terprogram. Mahasiswa yang tidak punya target capaian umumnya kehilangan arah tujuan dan sebagian besar akan lulus lama atau tidak lulus sama sekali.
Banyak dari kita tidak sadar atau meremehkan keadaan dunia yang selalu berubah, apalagi pada akhir-akhir ini, perubahan itu semakin cepat, tidak selalu teratur, sehingga tidak mudah diprediksi arah perubahan itu. Contoh yang riil adalah kemajuan di bidang teknologi, yaitu gadget atau smart phone. Kita bisa mengetahui kondisi terkini di belahan bumi manapun hanya dengan hitungan detik dari ponsel yang kita genggam. Ide pembuatan ponsel tersebut sudah pasti muncul dari orang-orang yang menghendaki perubahan dan kemajuan. Bagi seseorang yang memahami dan menyenangi perubahan, tentu akan memperoleh keuntungan dan begitu pula sebaliknya, akan ditinggal dan bahkan menjadi korban perubahan.
Orang-orang yang sudah merasa nyaman dengan keadaannya, biasanya tidak mau berubah. Akhirnya, lama kelamaan akan bermental takut berubah. Perubahan dipandang sebagai ancaman atau sesuatu yang membahayakan terhadap dirinya. Orang seperti ini hidupnya selalu diliputi oleh kekhawatiran, ragu, dan bahkan takut. Akibatnya, mereka selalu berada di belakang perubahan dan perkembangan.
Dalam konteks yang lain, misalkan seorang pemimpin yang takut dengan adanya perubahan biasanya organisasi yang dipimpinnya tidak pernah maju, sudah bagus jika tidak bubar. Apa saja yang bersifat inovatif atau kemajuan selalu disikapi dengan keraguan. Resiko perubahan lebih banyak dihitung dan dipertimbangkan dibanding keuntungan yang akan diperoleh. Akibatnya, institusi yang dipimpinnya menjadi tertinggal dan tidak pernah mengalami kemajuan.
Orang yang takut perubahan, biasanya berpikir dan cara kerjanya berlindung pada peraturan yang kaku dan membelenggu. Ketika akan melakukan sesuatu, maka yang dilihat olehnya terlebih dahulu adalah aturan, payung hukum, juknis, dan juklak. Organisasi pada skala apapun, yang dipimpin orang yang bermental takut perubahan seperti itu, sulit akan mengalami kemajuan. Betul bahwa dalam setiap keputusan harus dilandasi sikap kehati-hatian agar terhindar dari penyalahgunaan wewenang atau kategori korupsi, tetapi terkadang pemimpin harus berani mengambil keputusan manakala peraturan tersebut dianggap merugikan institusi dan orang banyak, bukankah peraturan juga dibuat manusia yang kapanpun bisa diperbaiki.
Memang orang atau institusi yang tidak mau berubah dan berinovasi, keadaannya tetap tenang dan aman, tetapi akan selalu menanggung resiko berupa ketinggalan zaman. Islam sebenarnya mengajarkan kemajuan dan perubahan. Oleh karena itu, institusi yang mengambil atau menggunakan label Islam, seharusnya menjadi maju, dinamis, dan selalu berubah menjadi yang terbaik.
Muslikh Amrullah, MPd, Staf Magister FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. (mf)