Kartini Era Milenial
Riuh pascapemilu-pilpres masih begitu terasa sampai saat ini, gaduh kian bertambah manakala kedua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden sama-sama mendeklarasikan kemenangannya berdasarkan hasil penghitungan internal masing-masing tim sukses pasangan calon yang sama-sama mereka yakini. Seolah rakyat dipaksa untuk mengingat kembali Pemilihan Presiden yang terjadi tahun 2014 silam, rakyat terpolarisasi menjadi dua kubu yang berseteru sampai berlanjut ketika Pemilukada Provinsi DKI Jakarta dua tahu silam.
Dengan masih karut-marutnya suasana pascapemilu, hampir saja kita sebagai anak bangsa melupakan salah satu peristiwa penting yang dialami bangsa Indonesia yaitu peringatan hari Kartini yang diperingati setiap tanggal 21 April. Yah, Kartini adalah contoh nyata kaum perempuan dalam memperjuangkan hak-haknya sebagai perempuan dan generasi perempuan sesudahnya. Kartini dulu memperjuangkan hak-hak kaum perempuan yang sering disepeleken, dinomorduakan, dan dianaktirikan. Kartini dahulu tidak mau lagi ada dikotomi/ perbedaan antara laki-laki dan perempuan, tidak mau lagi peran perempuan hanya bertugas dan fungsinya di kasur, dapur, dan sumur saja, sedangkan profesi yang lain adalah tugas dari seorang laki-laki. Itu awal yang diperjuangkan Kartini. Tentu perjuangan yang dilakukan Kartini tidak mudah apalagi di tengah masyarakat yang masih sangat awam dan begitu menghormati kepada laki-laki.
Lantas, apa yang harus dilakukan generasi muda khususnya para perempuan untuk meneladani dan meneruskan perjuangan sosok Kartini yang begitu melekat di hati rakyat Indonesia? Tentu perjuangan yang dilakukan Kartini saat itu berbeda dengan perjuangan yang harus dilakukan oleh Kartini masa kini atau yang disebut Kartini milenial. Kartini masa kini bukan lagi memperjuangkan persamaan gender atau emansipasi terhadap kaum laki-laki, bukan juga memperjuangkan kesamaan profesi yang diperankan laki-laki, karena itu sudah tidak relevan lagi. Jauh daripada itu, Kartini era milenial harus ikut serta dalam membangun bangsa dan negara Indonesia. Contoh yang paling riil adalah para Kartini yang berada di Kabinet Kerja Jokowi-Jusuf Kalla. Ada delapan Kartini yang sebelumnya sembilan (di luar Khofifah Indar Parawansa yang kini menjadi Gubernur Jawa Timur) yang menjadi bagian penting dalam pembangunan dan kemajuannya bangsa Indonesia yaitu: Sri Mulyani, Rini Soemarno, Susi Pudjiastuti, Retno Lestari, Siti Nurbaya, Puan Maharani, Nila F. Moeloek, dan Yohana Susana Yembise. Semua nama-nama itu telah bekerja maksimal dan memperoleh prestasi internasional yang membanggakan terutama Sri Mulyani. Selain di kabinet pemerintahan pusat juga terdapat cukup banyak Kartini masa kini yang menduduki posisi kepala daerah, gubernur, walikota atau bupati.
Tentu Kartini milenial tidak harus semuanya menjadi menteri di pemerintahan dan pejabat di daerah, karena memang posisinya terbatas dan itu hak prerogatif Presiden dalam pemilihannya. Banyak tempat untuk ladang pengabdian Kartini milenial, di bidang pendidikan misalnya, di sektor perbankan, auditor, lawyer, trainer, motivator, penceramah dan masih banyak lagi tempat untuk mengekspresikan potensi yang ada dalam diri Kartini masa kini.
Di sektor pendidikan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) misalkan, ada lebih dari empat Kartini yang ditunjuk dan dilantik menjadi Rektor oleh Menteri Agama, diantaranya adalah Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, M.A. yang menjadi Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang kemudian ia menunjuk beberapa pimpinan fakultas/ dekan perempuan. Mungkin itu terjadi juga di kampus lain yang memiliki Rektor perempuan.
Selain di pendidikan formal seperti kampus dan sekolah, pondok pesantren juga memiliki tradisi kejuaraan, baik tingkat nasional maupun internasional. Tentu kejuaraan yang dilakukan berbeda dengan kejuaraan yang diselenggarakan di lembaga pendidikan formal. Seperti Musabaqoh Tilawatil Quran, Musabaqoh Nahwu Shorof dan lain sebagainya.
Baru-baru ini telah diselenggarakan Olimpiade Nahwu Shorof (ONS) di Probolinggo. Kegiatan yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Ma'had Aly Nurul Jadid Paiton Probolinggo diikuti oleh seluruh perwakilan pesantren dan madrasah se Indonesia. Dalam Olimpiade Nahwu Shorof itu dimenangkan oleh Himayatul Husna santriwati asal Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggang Probolinggo (SantriNow, 10/3/2019).
Di cabang olahraga juga kita mengenal nama-nama beken seperti: Susi Susanti, Ivana Lie, Maria Kristin, Liliyana Natsir, Greysia Polii dan lain-lain yang begitu mengharumkan bangsa Indonesia dan bikin bangga rakyat Indonesia di dunia internasional dalam pentas kejuaraan bulu tangkis.
Singkatnya, ruang berkarir, berekspresi, dan ladang pengabdian untuk Kartini milenial begitu banyak dan luas, beda dengan Kartini dahulu yang hidup pada zaman serba terbatas dan penuh dengan tekanan. Kini tinggal bagaimana para generasi milenial dapat memanfaatkan potensi yang ada dengan segala macam fasilitas yang tersedia dan tentu memudahkannya dalam meraih cita-cita.
Muslikh Amrullah, MPd, Staf Magister FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. (mf)