Kedudukan dan Peran Organisasi Profesi
Guru Indonesia mengalami masalah yang tidak sedikit, di antaranya pemerataan, kualifikasi akademik, kompetensi, perlindungan profesi, dan kesejahteraan. Kecuali anggota dewan, pemerhati pendidikan, dan praktisi pendidikan, organisasi profesi merupakan pihak yang diharapkan memperjuangkan hak-hak guru kepada pemerintah daerah dan pemerintah.
Organisasi profesi guru seperti PGRI telah lama memiliki peran perjuangan mutu pendidikan, khususnya nasib guru yang lebih baik. Alokasi 20 persen dari APBN untuk pendidikan, lahirnya UU Guru dan Dosen, tunjangan guru oleh Pemda, dan regulasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), merupakan beberapa contoh hasil perjuangan PGRI. Di samping perannya yang tidak ternilai dan penting tersebut, berikut dijelaskan beberapa masalah dan solusi organisasi profesi guru.
Beberapa Masalah
Beberapa masalah terkait organisasi profesi guru di Indonesia adalah sebagai berikut. Pertama, belum ada organisasi guru yang menjalankan fungsi dalam pelaksanaan Pendidikan Profesi Guru (PPG). Selain dosen-dosen fakultas keguruan, guru-guru yang tergabung dalam organisasi profesi tertentu seharusnya memiliki kewenangan dalam penilaian sertifikasi guru.
Pemerintah membiarkan beragam organisasi profesi guru lahir. Berdasarkan Surat Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan tertanggal 4 Desember 2015, ada enam (6) organisasi profesi guru adalah PGRI (1945), PERGUNU (1958), IGI (2000), FGII (2002), PGSI (2006), dan FSGI (2011).
Perlu ada kemauan baik pemerintah di satu sisi, dan perjuangan organisasi profesi guru di sisi lain, agar ada salah satu dari enam tersebut yang diberi wewenang mensertifikasi guru. Organisasi ini melibatkan guru-guru yang tergabung dalam organisasi guru lainnya.
Kedua, anggota dan pengurus organisasi guru kadang memandang negatif anggota dan pengurus organisasi yang berbeda. Idealnya, semua organisasi guru yang ada bergabung ke dalam dan di bawah salah satu organisasi guru sebagaimana terjadi di negara-negara lain.
Tidak terjadi sinergi dan kerjasama antar organisasi guru yang beragam itu sehingga masing-masing berjalan dan berjuang sesuai keyakinan masing-masing, padahal tujuannya sama yaitu peningkatan kompetensi, perlindungan profesi, dan peningkatan kesejahteraan guru.
Harus ada kemauan baik dari para pemimpin puncak organisasi guru untuk bersatu dan berjuang bersama dalam ketiga isu guru tersebut.
Ketiga, tidak semua guru menjadi anggota organisasi profesi guru meskipun regulasi mewajibkannya (UU Guru dan Dosen). Jumlah anggota PGRI yang terdaftar secara daring adalah 1.991.664, sedangkan jumlah guru di Indonesia hampir 4 juta. Belum termasuk dosen yang bergabung ke PGRI dalam jumlah yang banyak.
Guru-guru yang tergabung dalam organisasi profesi mendapatkan banyak manfaat, di antaranya pelatihan, seminar, dan pengembangan bakat. Guru yang menjadi pengurus organisasi profesi juga dapat mengembangkan potensi kepemimpinan dan komunikasi, disamping membangun jaringan di tingkat pusat, daerah, regional, dan internasional.
Disamping sosialisasi pengurus, guru harus aktif mencari tahu tentang organisasi profesi. Dengan demikian ia mengenal baik bagaimana kedudukan dan peran organisasi profesi bagi kepentingan guru. PGRI misalnya, sistem informasi keanggotan dan informasi kegiatan-kegiatannya sudah berbasis daring. Dengan demikian guru di mana pun bisa mengaksesnya kapan saja, dan tidak ada alasan tidak mengetahuinya.
Kedudukan
Bagi internal guru, kedudukan organisasi guru merupakan organisasi profesi sebagai wadah berkumpulnya para guru dalam memperjuangkan tujuan memajukan pendidikan, khususnya mutu guru. Sedangkan bagi eksternal guru, organisasi profesi guru adalah mitra pemerintah dalam upaya memajukan pendidikan, khususnya pengembangan kualitas guru.
Peran
PGRI merupakan organisasi perjuangan, profesi, dan ketenagakerjaan. Program kerja PGRI pada prinsipnya tercakup kedalam tiga kategori tersebut. Dalam tulisan ini dibuat kategori baru terkait peran atau kontribusi PGRI, semata untuk memudahkan pemahaman.
Pertama, peningkatan kompetensi guru. Kualitas sebagian guru sangat memprihatinkan. Mereka lemah dalam beberapa hal, seperti Nilai UKG, keterampilan komputer, bahasa asing, menulis karya ilmiah, metode mengajar, penguasaan materi, kerjasama, dan komunikasi.
Karena itu seminar, pelatihan, sarana belajar, harus diberikan kepada guru agar mengalami lompatan dalam pengetahuan, keterampilan, dan perubahan sikap dan pola pikir. Pelatihan dan seminar kependidikan diadakan oleh PGRI pusat hingga ranting atas dana internal maupun eksternal, dalam dan luar negeri.
Sesungguhnya, setiap guru dengan sendirinya harus memiliki kemauan belajar mandiri agar tidak ketinggalan informasi. Kondisi saat ini yakni era revolusi industri 4.0 sangat memungkinkan belajar di mana pun, kapan pun, dan dengan menggunakan beragam media. Informasi dan pengetahuan begitu melimpah dan mudah diakses. Kuncinya pada motivasi internal guru. Apakah ia memiliki jiwa pembelajar atau tidak?
PGRI memiliki Smart Learning and Character Center (SLCC) yang diantara tujuannya memodernisasi media belajar, dan memiliki Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis (APKS). PGRI juga bekerjasama dengan pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha, dunia industri, lembaga swadaya masyarakat dalam dan luar negeri. Misalnya, direktorat GTK, telkom, microsoft, Pustekom, wikipedia, ASEAN Council of Teacher (ACT)+1 (Korea Selatan), Educational Internasional (EI), National Union of Teaching Profession (NUTP) Malaysia, dan Pico Thailand.
Kedua, perlindungan profesi guru. Kekerasan terhadap guru yang dilakukan oleh siswa maupun orangtua sering terjadi, sebagaimana kekerasan guru terhadap siswa. Ujung masalah ini tidak selamanya berakhir perdamaian antara kedua belah pihak tetapi hukuman penjara bagi guru.
Selain upaya pendampingan guru dalam menghadapi masalah tersebut, PGRI melakukan upaya pencegahan kekerasan di sekolah seperti seminar anti kekerasan, kemitraan dengan Polri dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), revisi UU Guru dan Dosen, dan sosialisasi regulasi. PGRI juga memiliki Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) dan Dewan Kehormatan Guru Indonesia (DKGI) yang salah satu tugasnya mendampingi guru yang terkait masalah hukum, anggota maupun nonanggota PGRI.
Pada 2018, dua utusan PB PGRI bersama dua pengurus Asosiasi Dosen Indonesia (ADI) menjadi tim ahli DPD RI untuk menyusun rancangan perubahan UU Guru dan Dosen. Saat ini menunggu proses pengajuan dan pembahasan di DPR.
Ketiga, mengupayakan kesejahteraan guru. Gaji guru honorer banyak yang tidak layak, di bawah satu juta rupiah. Padahal beban kerja mereka setara dengan guru PNS. Apalagi banyak guru yang belum mendapat tunjangan sertifikasi guru. Kesenjangan guru PNS dengan guru honorer sangat tinggi.
Di tingkat pusat, PGRI mendorong perubahan UU Aparatur Sipil Negara (ASN) dan konseptor lahirnya peraturan pemerintah tentang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), agar guru honorer direkrut menjadi PNS atau P3K sehingga mendapatkan gaji yang layak. Di tingkat daerah, PGRI berhasil melobi Pemda untuk memberikan kesejahteraan kepada guru, seperti tambahan hasil (tamsil) [Sulawesi Tengah], kendaraan dinas (Banjar Kalimantan Selatan), dana pensiun (Solo).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, organisasi profesi guru merupakah wadah yang efektif untuk penyelesaian masalah-masalah pendidikan, khususnya guru. Kedua, saatnya guru melobi pemerintah agar menjadikan organisasi profesi guru dilibatkan dalam sertifikasi guru. Ketiga, idealnya pengurus organisasi profesi guru bersatu dalam sebuah ikatan yang kuat untuk tujuan bersama meningkatkan mutu pendidikan, khususnya kualitas guru. Keempat, mengajak guru untuk menjadi anggota aktif organisasi profesi guru. Kelima, peran PGRI cukup signifikan dalam peningkatan kompetensi, perlindungan, dan kesejahteraan guru. Hal ini terjadi karena ada kepercayaan pemerintah di satu sisi, dan perjuangan, militansi, dan dedikasi pengurus pada sisi yang lain.
Dr Jejen Musfah MA, Kepala Prodi Magister Manajemen Pendidikan Islam FITK UIN Jakarta. Disampaikan pada Musyawarah Nasional Ikatan Widyaiswara Indonesia Kemdikbud, P4TK Bisnis dan Pariwisata, Sabtu, 6 April 2019. (mf)