KHILAF DAN MENYESAL, MANAKAH YANG DULUAN DAN ADAKAH KORELASINYA?
Tulisan ini merupakan konfirmasi atas permintaan dari murid saya, Dr. Abbas Langaji, M.A. yang kini menjadi salah seorang pejabat di IAIN Palopo, Sulawesi Selatan, kemarin (Sabtu, 24 Sept 2016) yang meminta saya untuk menjelaskan mana yang duluan terjadi antara “khilaf” dan “menyesal.” Dalam tulisannya kemarin beliau sudah menjelaskan, tetapi masih ragu atas kebenaran penjelasannya dalam tulisan itu
Sebagai respon atas permintaannya itu, pada hari ini saya angkat tulisan dengan tema “Khilaf Dan Menyesal, Manakah Yang Duluan Dan Adakah Korelasinya? Saya mencoba menguraikan makna kedua kata itu untuk memenuhi permintaan murid saya itu sebagai sedekah saya kepadanya, atau sebagai tambahan wawasan dan pengetahuan bagi teman FB yang lainnya dengan harapan semoga tulisan ini ada manfaatnya bagi dia dan bagi siapa pun yang membaca tulisan saya ini.
Saya mulai dengan menguraikan makna kata “khilaf” yang terdapat di dalam bahasa Indonesia. Kata ini adalah serapan dari bahasa Arab, yang kemudian menjadi kata baku dalam bahasa Indonesia (lihat KBBI, hal. 693). Arti dari “khilaf” adalah keliru atau salah (yang tidak disengaja). “Kekhilafan” adalah kekeliruan dan kesalahan yang tidak disengaja.” Itulah artinya dalam bahasa Indonesia.
Mari kita lihat arti kata “khilaf” di dalam bahasa aslinya, bahasa Arab. Kata “khilaaf” (خلاف) adalah bentuk dasar dari kata kerja “khaalaf-a” (خالف). Kata kerja “khaalaf-a” (خالف) itu berakar dari kata kerja “khalaf-a” (خلف) yang mempunyai 14 makna. Dua di antara maknanya itu adalah 1) menggantikan, dan 2) berbeda, beralinan dengan.
Kata خالف (khaalaf-a) adalah bentuk kata kerja yang dikembangkan dari kata kerja aslinya خلف (khalafa), yang memiliki beberapa arti, di antaranya 1) tidak menyetujui, menyangkal (sesuatu yang telah dikatakan), 2) berlawanan, berlainan dengan (aturan), 3) mendurhaka, tidak patuh kepada (Allah), dan 4) melanggar, tidak menepati (janji).
Sebeneranya perbedaan makna kata itu hanya dapat dilihat ketika kata itu berada di dalam konteks kalimat yang lengkap. Walaupun demikian, kita dapat mengatakan bahwa keempat makna “khilaaf” yang disebutkan di atas mempunyai korelasi makna yang sama, yaitu tindakan, perbuatan, sikap, atau perilaku, yang berbeda atau bertentangan dengan aturan, hukum, atau pedoman yang sudah ada sebelumnya.
Jika kita menghubungkan makna aslinya di dalam bahasa Arab dengan makna kata “khilaf” yang sudah menjadi kata baku di dalam bahasa Indonesia, kita dapat berkata bahwa hubungan makna kedua itu sangat dekat secara signifikan. Sebab “khilaf” dalam bahasa Indonesia adalah kekeliruan atau kesalahan yang tidak disengaja. Kekeliruan dan kesalahan itu adalah sesuatu yang bertentangan atau berlawanan dengan kebenaran atau aturan yang ada. Demikian pula makna “khilaaf” (خلاف) yang ada di dalam bahasa Arab.
Kata “menyesal” berakar dari kata “sesal.” Kata “sesal” itu adalah kata benda yang berarti “perasaan tidak senang (susah, kecewa, dsb) karena telah berbuat kurang baik (dosa, kesalahan, dsb). Kata kerja “menyesal” berarti merasa tidak senang atau tidak bahagia (susah, kecewa, dsb0 karena (telah melakukan) sesuatu yang kurang baik (dosa, kesalahan, dsb). (Lihat KBBI, hal. 1292).
Dari arti-arti kata benda “sesal” dan kerja “menyesal” itu dapat dikatakan bahwa penyesalan atau menyesal itu lahir atau muncul sebagai akibat dari sikap, tindakan, perbuatan, atau amal seseorang yang salah, yang keliru, yang bertentangan dengan kebenaran, ketentuan, aturan, dan hukum yang berlaku.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa “khilaf” dan “menyesal” mempunyai korelasi makna yang sangat signifikan. “Khilaf” adalah suatu tindakan nyata yang dilakukan secara fisik, sedangkan “menyesal” adalah kondisi atau psikologis seseorang yang muncul akibat adanya atau terjadi “khilaf.” “Khilaf” adalah suatu peristiwa yang terjadi lebih awal, yang mengakibatkan munculnya sikap “menyesal.”
Seseorang MENJADI TERHUKUM ATAU TERPIDANA karena ada TINDAKAN PIDANA yang telah dilakukannya. Tindakan pidana yang dilakukannya itu adalah PERBUATAN ATAU TINDAKAN “KIHLAF”, SALAH, ATAU DOSA. Tindakan khilaf, salah, atau dosa yang dilakukannya itu BERTENTANGAN ATAU BERLAWANAN (KHILAF) dengan hukum dan aturan yang ada.
Setelah berbuat “khilaf,” dia MENYESAL. “Khilaf” lebih dahulu terjadi, baru “menyesal.” Urutannya sebagai berikut: 1) dia berbuat khilaf, salah atau dosa, yang berlawanan dengan aturan atau hukum, 2) lalu dia terhukum, terpidana akibat khilafnya, 3) lalu dia menyesal. Nomor 3 bisa didahulukan dari nomor 2, yaitu menyesal dulu, baru terhukum atau terpidana.
Walalaahu a’lam bi al-shawaab. Semoga ada manfaatnya. Aamiin. Jakarta-Matraman, Ahad/Minggu pagi, tanggal 25 September 2016.
[page_visit_counter_md id="1536"]