PENGALAMAN INSPIRATIF DALAM PENDIDIKAN HUMANISTIK (Bagian 15) Ayahku Adalah Pendidikku (10)
PENGALAMAN INSPIRATIF DALAM PENDIDIKAN HUMANISTIK (Bagian 15) Ayahku Adalah Pendidikku (10)

Seperti yang telah saya katakana sebelumnya bahwa “Guru” tidak hanya mengajarkan beberapa keterampilan secara langsung, yang beliau mengajarkannya, tetapi juga mencari guru yang mengajarkan kepada saya keterampilan-keterampilan yang belaiu tidak tahu. Salah satunya, adalah mencarikan saya guru yang mengajarkan keterampilan memperbaiki jam. Karena beliau tidak memiliki pengetahuan mengenai keterampilan itu, maka beliau membawa saya ke ahli servis jam untuk mengajarkan saya keterampilan itu.

Keterampilan lain yang juga diinginkan oleh ayah untuk saya adalah keterampilan memotret (mengambil foto). Memang sejak Madrasah Tsanawiyah, saya sudah memiliki camera yang sederhana, yang selalu saya gunakan untuk memotret atau mengambil gambar-gambar. Gambar-gambar teman-teman saya, gambar-gambar peristiwa, dan gambar-gambar pemandangan. Hasil pemotretan saya itu, lalau saya bawa ke tukang toto untuk dicuci. Kegiatan seperti ini salah satu kegiatan keterampilan yang saya sukai.

Karena mengamati kegiatan saya yang demikian itu, maka ketika saya duduk di kelas 2 Madrasah Aliyah, lagi-lagi “Guru” mengantar saya ke toko tukang foto professional di Kota Bima. Saya tidak tahu apa tujuan beliau membawa saya ke sana. Ternyata, beliau ingin membelikan saya suatu Camera. Saya dibelikan Camera Yashica 635 (kalau saya tidak salah ingat), yang menurut saya cukup canggih ketika itu. Camera yang dibeli itu sama dengan camera yang digunakan oleh tukang foto itu untuk mengambil foto-foto di Studionya.

Kemudian beliau meminta tukang foto itu untuk mengajarkan saya beberapa hal yang berkaitan dengan cara pengoperasian Camera itu, cara mengambil gambar yang baik. Camera itu begitu canggihnya, dapat mengambil gambar pesawat dengan kecepatan tinggi di udara dan dapat mengambil gambar yang cukup jauh. Tidak hanya itu yang diajarkan kepada saya, tetapi juga saya diajari cara mencuci foto dari film-film itu. Sampai ke tingkat itu saya lakukan. Saya melakukan ini di Bima hingga saya selesai (tamat) di Madarasah Aliyah.

Ketika saya ke Makassar melanjutkan kuliah di IAIN Alauddin Makassar, Camera itu pun saya bawa untuk saya gunakan di Makassar. Bersama dengan itu, saya pun membawa peralatan untuk memperbaiki jam tangan yang sudah lebih dahulu saya miliki. Camera itu, ketika di Makassar, cukup membantu saya dan teman-teman satu kosan dengan saya, sepupu saya. Dari Camera itu pula, sepupu saya M. dahlan Abubakar, mulai belajar menggunakan Camera, mengambil gambar. Bahkan sepupu saya itu lebih terampil daripada saya.

Camera itu merupakan salah satu sarana yang membantu kami meringankan biaya orang tua kami. Kami mengambil foto, terutama orang-orang yang tinggal di bahagian selatan kota Makassar. Setelah kami mengambil gambar, kami cuci foto itu sesuai dengan pesanan mereka. Beberapa hari kemudian kami mengantar foto hasil cucian iyu kepada mereka. Di antara mereka ada bayar dengan uang seadanya dan jumlahnya sangat sedikit, ada yang membayar dengan kangkung, dan ada pula yang membayar dengan ikan mujair.

Apa yang kami lakukan itu merupakan sebahagian dari hasil pendidikan yang inspiratif dan humanistik dari “Guru,” ayah saya. Seandainya bukan begitu, maka saya tidak bisa memotret. Karena itu pula, ilmu yang saya dapat dan Camera yang saya miliki tidak hanya dapat dinikmati hasilnya oleh saya, tetapi juga oleh orang lain yang ada di sekitar saya, sepupu saya dan teman saya. Dan ini pula yang membantu meringankan biaya hidup saya dan teman-teman saya ketika belajar di Makassar.

Pengetahuan dan pengalaman menggunakan camera dan mengambil gambar itu hingga kini masih melekat kuat di dalam diri saya walaupun saya tidak bisa menjadi seorang yang professional dalam bidang ini. Tidak bisa professional, karena profesi itu tidak saya lanjutkan. Profesi yang ada sekarang adalah profesi pencari ilmu dan mengajarkan ilmu.

Ilmu yang luar biasa yang telah diajarkan kepada saya, baik secara teori maupun praktek. Ilmu itu telah meresap ke dalam hati saya hingga hari ini. Mampukah saya melakukan hal seperti itu untuk anak-anak, dan anak didik saya? Itulah yang menjadi persoalannya. Semoga saya mampu melakukannya. Semoga ada manfaatnya. Aamiin. Wallaahu a’lam bi al-shawaab. Jakarta-Matraman, Senen pagi, tanggal 29 Agustus 2016.