Prodi Doktor PAI Selenggarakan Kuliah Umum “Islamic Education in Multicultural Society”
Prodi Doktor PAI Selenggarakan Kuliah Umum “Islamic Education in Multicultural Society”

Prodi Doktor PAI Selenggarakan Kuliah Umum “Islamic Education in Multicultural Society”

Gedung FITK, BERITA FITK Online – Program Studi Doktor Pendidikan Agama Islam (S3 PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menyelenggarakan kuliah umum bertajuk “Islamic Education in Multicultural Society”. Kegiatan yang dihadiri lebih 150 peserta itu dilangsungkan pada Senin (25/9/2023) bertempat di teater Profesor Mahmud Yunus fakultas.
Dalam kegiatan tersebut, Prodi S3 PAI menghadirkan dosen tamu, Prof. Mike Hardy, Ketua Hubungan Antarbudaya, Direktur Pusat Kepercayaan, Perdamaian, dan Hubungan Sosial Universitas Coventry, Inggris.

Public Lecture4

Sambutan Dekan

“Saya ucapkan terima kasih kepada narasumber yang bersedia hadir dan berkenan menyampaikan materinya. Kepada Rektor UIN Jakarta, dan Kaprodi-Sekprodi S3 PAI, dan tentu semua panitia yang terlibat dalam public lecture ini saya juga ucapkan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya. Semoga acara ini sukses dan bermanfaat,” ujar Dekan FITK UIN Jakarta, Prof. Siti Nurul Azkiyah, M.Sc.,Ph.D. dalam sambutan pembukaannya. Dekan Siti Nurul Azkiyah menambahkan, pada masyarakat yang beragam, penting untuk menciptakan lingkungan inklusif yang menghormati dan mengakomodasi berbagai praktik keagamaan. Memahami praktik-praktik ini membantu merancang kebijakan dan ruang yang inklusif bagi semua orang.
Karena menurutnya, agama sangat penting dalam konteks Indonesia, sangat penting bagi Program Studi Pendidikan Islam untuk membantu merancang Pendidikan Islam yang dapat memupuk pemahaman multikultural. “Melalui kuliah umum dan diskusi ini, kami berharap dapat berkontribusi pada dunia yang lebih terhubung dan harmonis di mana budaya yang beragam hidup berdampingan dengan saling menghormati dan memahami,” terangnya.

Sambutan Kaprodi S3 PAI

Kaprodi S3 PAI, Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed., menyampaikan terima kasih kepada narasumber yang menyempatkan waktu berkunjung ke FITK. “Terma kasih saya ucapkan kepada Prof. Mike Hardy yang telah berkenan untuk mengisi kuliah umum di FITK. Beliau sebenarnya sedang banyak kegiatan di Indonesia, tapi saya minta untuk datang ke FITK. Saya berharap, mahasiswa bisa memanfaatkan acara ini dengan baik untuk mengetahui pendidikan Islam di dunia khususnya di Inggris,” tuturnya.  

Penyampaian Materi oleh Prof. Mike Hardy

“Di masa lalu, kami mengira kita hanya perlu merawat ekonomi, bukan ideologi. Secara bertahap, pemilihan demokratis telah menunjukkan kepada kami bahwa masyarakat dengan pemerintah memerlukan pendekatan baru. Ada risiko terhadap inti dari negara-negara sekuler dengan implikasi signifikan terhadap pluralisme budaya di panggung dunia,” terang Mike Hardy saat memulai penyampaian materinya.

Enam Isu Penting dan Tantangannya


Hak Asasi Manusia dan Keanekaragaman Budaya

Perlu adanya pemahaman bersama terhadap prinsip-prinsip hak asasi manusia internasional dan komitmen universal untuk penerapan mereka secara penuh dan konsisten.

Membela Hak dan Melindungi Keanekaragaman tidak Berarti Menerima Semuanya

Perlu untuk menyeimbangkan hak atas kebebasan berpendapat dan hak atas kebebasan beragama - isu inti. Kebebasan berpendapat dan beragama adalah hak universal dan tak terpisahkan, tetapi hanya dapat dinikmati sepenuhnya dalam lingkungan yang menjamin kedua kebebasan tersebut serta pluralisme.

Demokrasi, Pluralisme, dan Masyarakat Inklusif

Pentingnya pemisahan kekuasaan (impunitas dan akuntabilitas);
Ketegasan dan transparansi serta perang melawan korupsi;
Koeksistensi damai, penyelesaian sengketa tanpa kekerasan;
Kesetaraan sosial;
Keamanan manusia: bebas dari kekurangan, ketakutan, dan hidup dengan martabat.

Public Lecture7

Public Lecture3

Public Lecture3

     

 

Integrasi Minoritas: Tantangan Abad Kita

Pergerakan, kota, dan keberagaman;
Multikulturalisme, interkulturalisme, asimilasi;
Kehidupan paralel dan tribalisme.

Peran Agama dan Dialog Antarkeyakinan

Polarisasi dan ekstremisme dalam masyarakat meningkat
Apa dampak modernisasi dan globalisasi terhadap agama?
Mengelola hubungan antara pelaku sekuler dan agama
Agama sebagai pengaruh positif dan negatif dalam hubungan damai

Huntington - pembagian besar akan bersifat budaya

“The clash of civilisations will dominate global politics. The fault lines between civilisations will be the battle lines of the future” (Foreign Affairs 1993)

Keragaman di Inggris "Mayoritas Minoritas"

Daerah di mana orang-orang kulit putih tidak lagi membentuk mayoritas penduduk mendapat perhatian khusus dalam Sensus 2021. Daerah paling beragam di Inggris dan Wales adalah distrik London Newham, di mana orang-orang keturunan Bangladesh memiliki 16% dari populasi, diikuti oleh orang kulit putih Inggris (15%), kulit putih lainnya (15%), Afrika hitam (12%), dan India (11%). Orang-orang dari kelompok etnis lainnya membentuk sepertiga sisanya dari populasi Newham.

Menegaskan Keutamaan Moderasi

Tugas pertama adalah menegaskan keutamaan teologi moderen yang berlandaskan toleransi:

“Semua manusia terikat dalam persaudaraan sehingga tidak ada lagi alasan untuk permusuhan berdasarkan identitas agama,” jelas Mike Hardy.
“Ini adalah masalah semua orang, dari peradaban global saat ini. Jadi, semua orang memiliki kepentingan untuk terlibat di dalamnya, berpartisipasi, dan menentukan hasilnya karena ini adalah nasib kita semua,” lanjutnya.

"Islam adalah kepercayaan yang berbasis pengetahuan dengan penghormatan tradisional terhadap ilmu pengetahuan; pelatihan generasi berikutnya pemimpin Muslim sangat penting bagi kesejahteraan penganut Muslim dan kemampuan untuk menggerakkan tradisi terbaik dalam keterlibatan positif dengan yang lain, baik yang beragama maupun yang sekuler." Dr Timothy Winter, The Cambridge Muslim College

Tekanan nyata bagi agama dalam masyarakat multikultural abad ke-21

Islam seringkali dipandang sebagai blok monolitik yang menjadi ancaman bagi Eropa (dan Barat). Muslim sering digambarkan sebagai 'tidak cukup sekuler', kurang mampu mengatasi kritik. Di era sekuler, dengan kekhawatiran yang lebih sedikit tentang agama, di Eropa Islam telah menjadi 'wakil' bagi agama-agama yang bernegosiasi tempatnya. (MusAm)