Spiritualisasi Guru Nur Kalim
Video persekusi siswa terhadap guru saat pembelajaran di sekolah viral. Masyarakat geram melihat kelakuan siswa, tetapi memuji sikap tenang guru Nur Kalim (30) dalam merespon sikap kasar siswanya. Beberapa stasiun televisi mengundang narasumber untuk membahas peristiwa ini.
Peristiwa yang terjadi di SMP PGRI Wringinanom Gresik, Jawa Timur (2/2/2019), itu menunjukkan spiritualisasi seorang guru sebagai pendidik sejati yang langka di abad ini. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, spiritualisasi adalah pembentukan jiwa atau penjiwaan.
Spiritualisasi guru Nur Kalim bisa dibagi ke dalam empat episode, setidaknya sampai tulisan ini dibuat. Episode pertama, jiwanya dipenuhi sabar yang amat besar. Tegurannya kepada siswa yang merokok di kelas dibalas tantangan bertengkar. Siswa menyentuh kerah baju dan leher Nur Kalim, tetapi ia bergeming. Dia tetap tenang, tidak terpancing emosi. Dia tidak membalas api dengan api. Dia bisa menjadi air yang mampu memadamkan api.
Kesabarannya mampu memadamkan api amarah dalam diri siswa pada satu sisi, dan amarah dalam dirinya sendiri pada sisi yang lain. Inilah kekuatan sabar, mampu meredam marah. Andai tidak sabar, peristiwa ini tidak akan happy ending seperti sekarang. Keduanya akan luluh menjadi abu.
Kesabaran seperti ini wajib dimiliki guru di tengah siswa dengan karakter yang labil atau emosional. Tidak semua siswa mudah diatur, taat aturan, dan hormat terhadap guru. Di sekolah mana pun. Entah karena pengaruh bawaan lahir, kondisi keluarga, atau lingkungan. Guru dengan kesabaran yang tidak berujung harus ada untuk menghadapi siswa-siswa demikian. Karena kalau tidak ada, siapa yang mau mengajar dan mendidik mereka?
Episode kedua, jiwanya terisi maaf yang luas. Polisi memanggil Nur Kalim, siswa, dan kedua orangtuanya. Di kantor polisi, ia meminta persoalan ini dianggap selesai. Dia sudah memaafkan karena siswa juga sudah mengakui kesalahannya dan meminta maaf.
Memang ini yang seharusnya ditampilkan oleh seorang guru, juga orangtua, yaitu sifat pemaaf, bukan pendendam. Orang dibolehkan membalas orang yang menyakiti, tetapi memberikan maaf lebih utama. Berapa banyak orangtua yang mencederai guru hanya karena dendam terhadap sikap guru kepada anaknya, bahkan sebelum melakukan tabayun.
Episode ketiga, jiwanya dipenuhi cinta yang dalam. Setelah peristiwa berakhir damai, Nur Kalim mengajar seperti biasa. Dia merasa gelisah karena si siswa belum masuk sekolah karena alasan sakit, padahal saat ini masa-masa siswa latihan ujian nasional. Dia khawatir si anak jiwanya terguncang karena peristiwa ini padahal ia ingin tetap mengajar anak tersebut.
Tidak sekedar memaafkan, ia yang juga membuka bimbingan belajar di rumahnya ini, memikirkan nasib siswanya setelah kejadian ini. Bukti cinta guru yang tulus kepada si anak meski telah menyakiti. Cinta yang besar seorang guru kepada setiap anak merupakan modal penting dalam mendidik. Cinta melahirkan kepedulian bukan masa bodoh terhadap kondisi masa kini dan masa depan anak.
Episode keempat, jiwanya dilingkupi zuhud. Zuhud adalah perihal meninggalkan keduniawian. Belum reda kekaguman masyarakat terhadap kesabaran Nur Kalim, muncul kekaguman lainnya. Dia yang juga pengurus masjid ini menolak tawaran umroh dan tampil di layar tv. Dia menolak diwawancara wartawan.
Alasannya, ia ingin fokus mengajar dan tidak ingin terkenal. Dia juga ingin kasus ini selesai sehingga tidak menyakiti siswanya. Jika kasus ini terus-menerus diberitakan bisa jadi akan mengganggu mental si anak. Kecuali itu, ia tidak ingin anak-anak bimbelnya telantar.
Entah, apakah ia juga akan menolak rencana pemberian uang dan baju dari keluarga pengacara terkenal Hotman Paris Hutapea. Ia merasa iba dengan penampilan dan gaji yang diterima oleh guru Nur Kalim. Jika pun menerima, masyarakat akan tetap kagum dan tidak akan menghapuskan keluhuran budi guru alumni STKIP PGRI Sidoarjo ini.
Penolakan popularitas dan materi berupa ibadah umroh di era ini merupakan barang langka. Apalagi di tengah fakta gaji guru honorer ini yang hanya 450 ribu rupiah setiap bulannya. Sungguh, ini merupakan pembelajaran berharga bagi semua generasi bangsa ini. Mungkin, guru seperti ini layak diberi hadiah oleh pemerintah sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), agar mendapatkan gaji layak.
Mereka yang memiliki nurani pasti merasa ditampar dengan ketegasan prinsip hidup guru yang penampilannya dianggap tidak berwibawa ini. Di balik penampilannya yang sederhana, ia berhati sangat mulia. Sifat-sifat mulianya melampaui penampilan fisiknya.
Demikianlah, empat episode spiritualisasi sosok guru Nur Kalim. Bisa jadi akan muncul episode berikutnya. Guru yang layak disebut sebagai pendidik sejati karena memiliki jiwa yang dipenuhi kesabaran, pemaaf, cinta, dan zuhud. Teruslah dalam sehat guru Nur Kalim, sehingga bisa menginspirasi guru-guru lainnya di belahan mana pun di dunia ini. Aamiin.
Dr Jejen Musfah MA, Kepala Prodi Magister Manajemen Pendidikan Islam FITK UIN Jakarta. (mf)