“Iblis” di Pestarama #10: Teladan keteguhan Iman dalam Menghadapi Cobaan
Jakarta, BERITA FITK Online- Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta., kembali menyelenggarakan Pekan Apresiasi Sastra dan Drama (Pestarama) #10. Kegiatan tahunan bagi mahasiswa semester 6 untuk menyalurkan kreativitas serta memberikan penghargaan terhadap karya sastra dan seni teater. Memasuki satu dekade pelaksaannya, Pestarama tahun ini mengusung tema “Relung Langkah Budayawan Muslim Indonesia #2” sebagai bentuk apresiasi dan penghormatan atas kontribusi para budayawan muslim. Acara pementasan drama Iblis berlangsung di Bulungan Theater Building pada 22 Mei 2025. Dan dihadiri sekitar tiga ratus orang penonton dari berbagai latar belakang dan kalangan masyarakat. Dengan penampilan memukau serta suasana meriah, pementasan ini menjadi sangat sukses dan berkesan bagi para penonton.
Mohammad Diponegoro yang lahir di Yogyakarta adalah seorang tokoh sastra Indonesia yang terkenal dengan karya-karya bertema Islam. Ia dikenal karena terjemahan Al-Qur'an dalam bentuk puitis. Mohammad Diponegoro mulai aktif menulis sejak tahun 1950-an dan menghasilkan banyak karya, termasuk cerita pendek, drama, sajak, dan esai. Karya-karyanya yang memadukan sastra dan nilai-nilai Islam membuatnya memiliki tempat khusus dalam dunia sastra Indonesia.
Mohammad Diponegoro penulis naskah Iblis, naskah ini pertama kali ditulis pada tahun 1961 dan dipentaskan pertama kali pada 25 September 1961. Drama "Iblis" kemudian diterbitkan dalam bentuk buku oleh dua penerbit, yaitu Pustaka Panjimas pada tahun 1983 dan Tifa pada tahun 2006.
Pementasan drama Iblis menggambarkan tentang kesetian dan keteguhan iman Ibrahim ketika diperintahkan Tuhan untuk menyembelih anaknya, Ismail. Sebelum perintah itu terjadi, raja Iblis yang diperankan oleh Ahmad Fauzan memerintahkan para bawahannya, dengan mendatangi dan membujuk Siti Hajar yaitu istri Ibrahim untuk menggagalkan niat suci tersebut tetapi Siti Hajar tetap teguh dalam keimananya. Setelah gagal menggoda Siti Hajar, Iblis menghadapi Ibrahim dan Ismail secara langsung. Namun, keteguhan iman dan ketaatan keduanya Membuat iblis tak berdaya. Ibrahim tetap melaksanakan perintah Tuhan, dan Ismail rela menjadi korban demi keimanannya kepada Tuhan. Pada akhirnya, iblis menyerah dan tidak lagi mengganggu Ibrahim dan keluarganya, menunjukkan bahwa godaan iblis sia-sia terhadap orang-orang yang memiliki iman yang teguh.
“keimanan Ibrahim harus dihancurkan atau kita yang akan hancur”
Dalam penggambaran Mohammad Diponegoro, Iblis digambarkan sebagai makhluk yang senantiasa mengganggu dan menipu manusia. Contohnya saat Iblis ingin menggagalkan niat Ibrahim untuk sembelih Ismail atas perintah dari Tuhan. Dan berusaha merayu Siti Hajar agar menggagalkan niat suaminya itu, tetapi usaha itu gagal karena Siti Hajar adalah orang yang shaleh dan menolak godaan itu. Karena jika keimanannya tidak dihancurkan, maka mereka akan mengalami kekalahan atau kehancuran.
“Kau seperti Ibumu, kau bisa membaca pikiranku Ismail. Memang itu wahyu, aku akan mengajak kau naik gunung ini, dan di dekat batu ini kita berhenti, lalu kuhunus pedangku ini, Ismail. Dan kau lalu kusembelih, kau ku sembelih. Engkau diam, Ismail. Bagaimana perasaanmu?”
Keluarga Ibrahim adalah tokoh utama dalam pementasan “Iblis” yang diperankan oleh Akhdan Yafie sebagai Ibrahim, Naya Nurlaila dan Tiara Martha sebagi Siti Hajar, dan Ahmad Dailami sebagai Ismail. Keluarga Ibrahim sangat patuh kepada perinta Tuhan untuk menyembelih Ismail.
Keteguhan para tokoh yang Mohammad Diponegoro harapkan pada saat ini adalah agar masyarakat tetap teguh pada nilai-nilai spiritural dan menjadi penerang bagi masyarakat yang sedang mencari arah dan keimanan di tengah kegelapan.
Pak Ahmad Bahtiar atau biasa dipanggil Pak Abah selaku Kepala Jurusan menyampaikan apresiasi dan rasa terimakasih yang luar biasa atas pementasan tersebut. Beliau juga mengucapkan Terima kasih kepada dosen-dosen serta para orang tua yang telah hadir dalam acara Pestarama ke 10 ini. Selanjutnya ada alumni PBSI angkatan 2010 yaitu Hedy Afwan yang merupakan angkatan pertama yang mengadakan Pestarama. Hedy Afwan menyampaikan bahwa kalian para pemain drama seharusnya bangga atas pencapaian yang telah diraih dan agar tidak lupa untuk menceritakan pengalaman ini kepada anak-anak kalian di masa depaan nanti.
Sebagai bagian dari rangkaian acara Pestarama #10, Program Studi PBSI juga menyelenggarakan pameran karya yang berasal dari ketiga penulis naskah drama yang dipentaskan, yaitu Masyitoh, Tikungan Iblis, dan Iblis. Pameran ini menampilkan karya tulis dari para sastrawan muda serta dokumentasi proses pelatihan mahasiswa selama persiapan pementasan.
Pameran tersebut tidak hanya berfungsi sebagai bentuk penghargaan kepada para penulis dan pemain, tetapi juga menunjukkan bahwa karya sastra dan drama merupakan hasil dari proses kreatif dan intelektual yang mendalam. Lebih dari sekadar pertunjukan di atas panggung, karya-karya tersebut hadir sebagai cerminan kehidupan dan berbagai persoalan yang relevan dengan kondisi zaman saat ini.